Mimpiku ...

Menjadi apa adanya diriku ... Memberi yang terbaik dan terindah Tuk mereka yang tercinta

Monday, December 01, 2008

Catatan Hati, Dunia Kecilku

"Inget ya, bagi seorang lelaki, meskipun telah menikah, maka yang harus diutamakan tetaplah ibu. Beda dengan wanita."
Begitu nasehat tante saya kepada ade'nya yang hendak menikah beberapa tahun lalu. Mungkin ada sedikit kekhawatiran yang dirasakan oleh tante saya. Takut kalau sang adik lebih mengutamakan istri daripada ibunya.
Dan akhir-akhir ini kata-kata itu terngiang di kepala saya.
Ya, saya harus inget benar-benar hal itu.
Bahwa Ibu, tetaplah yang utama bagi suami kita. Jadi sebagai seorang istri, kita harus pandai-pandai menempatkan diri.
Menjaga agar sang suami tidak salah memposisikan antara istri dan ibu.
Sebuah amanah yang tidak ringan.
Semoga nantinya, Allah memberikan hikmah, kesabaran dan kekuatan untuk menjalankan amanah ini.
Aamiin.



Bismillah ... tawakkaltu'alallah

Kesetiaan

"Jangan berpikir, bahwa suami yang setia itu adalah mereka yang tidak pernah tertarik dengan wanita lain. Tapi suami yang setia adalah mereka yang ketika tertarik dengan seorang wanita yang bukan istrinya, maka ia akan berlalu dan ber segera menemui istrinya. Ia tahu dan sadar kemana harus melabuhkan inginnya".
Begitu kira-kira yang dikatakan Ust. Salim dalam salah satu acara yang saya ikuti sekitar beberapa tahun lalu.
Kenapa sampai saat ini masih saya ingat ??? karena pernyataan itu cukup mengagetkan saya.
Selama ini saya berpikir bahwa proses tertarik dan senang dengan lawan jenis ini akan berhenti setelah kita menikah. Tapi ternyata tidak.
Dan pernyataan itupun menambah wawasan saya, memberikan pandangan yang berbeda dalam memaknai arti kesetiaan.
Beberapa purnama di kota ini, sepertinya telah membuat cara berpikir saya sedikit berubah. Entahlah, mungkin sedikit apatis.
Apa yang saya dengar, lihat, dan rasakan, sedikit membuka cakrawala saya.
Inilah sisi lain dari dunia kecil yang saya kenal. Dunia kecil yang begitu jujur, nyaman, damai, tiada ambisi, dan tanpa kepura-puraan.
Kota ini tlah mengaburkan eksistensi kesetiaan. Gempuran berita tentang perselingkuhan, fenomena yang terjadi di lapangan, semakin memperkuat asumsi langkanya sebuah kesetiaan.
Apakah benar tiada lagi kesetiaan ???
Entahlah, tapi tak bijak rasanya men-generalisir suatu hal hanya karena satu-dua kasus saja.
Yakinlah kesetiaan itu masih ada.
Ya ... Masih, akan dan selalu ada.
Sebagaimana cinta, keberadaan setia akan selalu ada.
Saat Allah menciptakan cinta, Allah tlah menciptakan pula setia.
Setia akan selalu menemani cinta.
Kesetiaan akan menghiasi mereka yang hatinya dipenuhi cinta.
Cinta yang bukan sekedar cinta.
Tapi cinta dari Muara cinta.
Cinta kepada Sang Pemberi cinta dan cinta dari Sang Pemberi cinta.
Insya Allah ...



:semoga cinta dan kesetiaan itu senantiasa menghiasi hati-hati kami.
Aamiin

Wednesday, November 26, 2008

Semua kan indah pada waktunya

Kepompong itu bergerak perlahan. Membuka sedikit demi sedikit. Seekor makhluk baru tlah menjelma. Kupu-kupu nan cantik sayapnya. Tampak kepayahan, ia mencoba keluar dari rumah kepompong yang selama ini dihuninya.
Terkadang rasa iba menggoda kita untuk sedikit memberikan pertolongan kepadanya. Membantunya membukakan sayap rapuhnya, Saat akhirnya kita berhasil membantu perjuangan sang kupu-kupu membuka kedua sayapnya, kitapun tersenyum lega sambil menantikan saat-saat pertama kali kupu-kupu itu terbang.
Namun ternyata, kita takkan pernah melihat kupu-kupu itu terbang, karena sisi sayap yang telah kita bantu tadi tiba-tiba menyusut, sehingga kupu-kupu itu tidak bias terbang dan akhirnya mati.
Begitulah, setiap fase memerlukan proses, dan prose itu selalu membutuhkan waktu. Kadang cepat, kadang juga tidak sebentar. Saat kemudian prose situ “dipaksa” untuk berjalan cepat terkadang hasilnya justru berkebalikan dengan harapan kita.

Jadi teringat nasihat dari sahabat, saudara dan ”soulmate” saya (begitu temen-temen kantor membahasakan bagi orang yang dah cocok dan klop satu sama lain), yang setiap saat didengung-dengungkannya.

”semua kan menjadi indah pada waktunya ... ”

Ya ... semua kan indah pada waktunya


:cerita dari saudara saya, dengan modifikasi di sana sini
Jazakillah atas semuanya ya mah ...

Wednesday, October 29, 2008

Menunda

Beberapa waktu lalu, saudara saya menelpon. Katanya ada titipan buat saya yang mau dikirim.
Lalu, saya berikan sederet alamat saya.
Satu hari berlalu, kiriman belum sampai.
Hari kedua, masih nihil.
Hari ketiga, belum ada kabar.
Hari keempat, kotak pos masih kosong.
Hari kelima, nggak ada tanda-tanda datang kiriman.
Hari keenam, tetep sepiiiii.
Hari ketujuh, ..................
hehe, tetep belum nyampe juga.
Masih tetap menyabar-nyabarkan diri.
Sebenarnya sih, dibilang nunggu juga ga nunggu (halah !!!)
Dibilang ga nunggu, ya nunggu (lho ?!).
Tapi satu hal, lagi-lagi terlintas.
Barusan siang tadi, di hari ke tujuh ini, pas matahari lagi panas-panasnya, pas lagi bertanya-tanya
kenapa ya ????
Jangan-jangan selama ini saya sering menunda-nunda urusan orang lain ya ???
Doeng !!!
Setelah saya pikir-pikir, Memang Benar !!!
Astaghfirullah. Baru saya sadar. Ada utang yang masih belum saya tunaikan.
Saya jadi bisa ngerasain, gimana rasanya berada di posisi orang yang saya utangi.
Hffff...
Pantesan. Beginilah akibatnya jika menunda-nunda urusan orang lain.
Yah paling nggak jadi dapet satu pelajaran lagi.
Jangan menunda-nunda pekerjaan, terlebih jika pekerjaan itu adalah amanah dari orang lain. Karena bisa jadi sikap kita itu akan berimbas pada diri kita.
Eh, bukan bisa jadi lagi sih, sepertinya memang sudah jadi hukum alam, seperti itu.
Astaghfirullah ...

Semoga, semua urusan bisa segera ditunaikan dengan sebaik-baiknya dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Aamiin. ^_^

Tuesday, October 28, 2008

Sebuah Janji

Izinkan aku bertanya akan arti sebuah "akad".
Adakah ia mempunyai arti ??? Atau sekedar rentetan kata tanpa makna ???
Jika ia memang sebuah ikrar, sebuah janji, sebuah sumpah yang sebegitu agungnya hingga Allah pun menyebutnya dengan Mitsaqan Ghalidza, lalu kenapa ... kenapa ada yang dengan ringannya melemparnya ke belakang, melupakannya untuk beberapa saat, lalu menggenggamnya kembali kapan saja saat ia menghendaki. Seolah-olah sebaris kalimat itu hanyalah sesuatu yang bisa dengan enaknya dipermainkan.
Bukankah, ikrar itu tak hanya menyatukan dua jiwa untuk 1, 5 atau 10 tahun saja, tapi untuk selamanya ???
Bukankah sumpah itu tak sekedar diucap dihadapan makhluk tapi bahkan dilafadz di hadapan Allah dengan disaksikan para malaikatNya ???
Bukankah janji itu tak hanya ditujukan untuk manusia, tapi juga janji terhadap Allah ???
Lagi-lagi aku tak paham.
Setahuku, dalam dunia kecilku ini, dua jiwa yang disatukan oleh aqad yang suci itu harus berusaha untuk tetap memegang teguh janji, apapun yang terjadi.
Pasti akan ada badai, tapi saat keduanya memahami makna sumpah yang pernah diucap dengan sebenarnya, maka, badai itu takkan menjadi penghalang bagi bahtera untuk berlabuh di pantai kasih sayangNya.

Lagi-lagi masih teori, tapi kelak, semoga dikaruniai keteguhan dan kesabaran dalam memegang teguh janji suci itu. Aamiin



:Mah&Husband, Barakallah, jaga baik-baik ikrar itu ya ...

Monday, October 13, 2008

Persepsi

"Koko sekarang jadi sulit diatur", begitu statement yang sering dilayangkan orang rumah. Pernyataan itu pula yang akhirnya kulontarkan setelah membersamainya selama 5 hari. Habisnya, kadang emang bikin gregetan. Dah gitu sekarang jadi lebih sensi, mudah tersinggung dan ngambek. Harus ekstra sabar ngadepinnya. Sampe-sampe kadang jadi common enemy (hehe, istilahku aja sih), soale mulai dari cimbah, mimi, ci om, sampe An-Yii bareng-bareng nginterogasi dia. Kasihan juga sih, cuma ya kadang njengkelin juga.
Mungkin faktor adanya adik baru juga berpengaruh. Ya iyalah, jelas itu. Gimana engga, dulunya semua-mua ke dia, sekarang dah ada ade', otomatis ya dibagi ma ade'. Makanya dia sering buat manuver-manuver yang aneh-aneh untuk dapetin perhatian yang selama ini jadi miliknya. Hff, anak segitu aja dah ngerti jealous ya ...
Tapi tiba-tiba, ada satu lintasan yang mengusikku.
Sebenarnya, koko-nya yang jadi bandel, or kami-kami (orang-orang yang menyebut diri) "orang dewasa" ini yang telah berubah sikap tanpa disadari ???
Seperti saat kita naik kereta dan melihat ke luar jendela, seolah-olah pohon-pohon itu yang bergerak terhadap kita, padahal sebenarnya kita yang bergerak.
Jadi inget kisah temenku tentang Andy F Noya. Dulu sewaktu belum sukses, Andy berlangganan gado-gado di suatu tempat di bilangan jakarta Selatan. Menurutnya, gado-gado itu adalah yang terlezat yang pernah dirasakannya. Setelah sukses, dia jarang berkunjung ke rumah makan itu. Hingga suatu ketika muncul keinginan untuk bernostalgia merasakan kembali nikmatnya gado-gado favoritnya. Setelah merasakan kembali gado-gadonya, dia sedikit kecewa, karena rasa gado-gado tersebut tak lagi selezat dulu.
Dia jadi berpikir, sebenarnya rasa gado-gadonya yang sudah berubah, atau lidah dan seleranya yang berubah ???
Mungkin rasa gado-gadonya tetap sama, tapi karena ia telah merasakan aneka makanan yang lezat-lezat, hingga gado-gado itupun terasa biasa baginya.
Hmmm, aku jadi berpikir, mungkin seperti itu ya.
Bisa jadi Koko-nya masih bersikap sama saja seperti dulu, tapi reaksi kami-kami aja yang berubah. Dulu sebelum ada ade', mungkin pemakluman kami lebih besar terhadap setiap tingkah polahnya. Tapi setelah ada ade', secara tidak sadar kami mempersempit pemakluman dan menerapkan standar ala orang dewasa bagi si kakak. Akibatnya ya anak segitu dah dituntut untuk ngerti bahwa dia dah jadi kakak, harus ngalah ma ade', dsb. Begitulah yang ada di benak orang dewasa ini. Dan ketika si kakak ternyata tidak bisa atau belum bisa memenuhi standar yang ditetapkan tersebut, muncullah statement-statement negatif terhadap si kakak. Yang susah diaturlah, bandellah, dsb, dsb.
Kalo dipikir kan jadi aneh. Apa ga kebalik yah ???
Orang dewasa yang harus ngertiin anak-anak or anak-anak yang kudu ngertiin orang dewasa ?
Begitulah ... Kadang justru kita sendiri yang tidak menyadari perubahan pada diri kita dan malah menganggap orang lain dan hal-hal di luar diri kita yang berubah.
Wallahu a'lam



:ko2, dengan sepenuh cinta
Maaf ya Ko, hiks T_T

Friday, September 19, 2008

Tembok Karakter

Memang, musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri.
Selama hidup kita, secara perlahan dan tanpa sadar kita tlah membangun sebuah tembok karakter dalam diri kita. Tembok yang semakin lama semakin tinggi dan semakin kokoh.
Suatu ketika, bisa jadi, kita menyadari bahwa ternyata, salah satu tembok yang kita bangun tersebut berdiri di koordinat yang salah. Sehingga keberadaannya akan menghalangi gerak maju dan tumbuh kembang kita.
Adalah sebuah pilihan, untuk membiarkannya atau meruntuhkannya.
Masing-masingnya memiliki konsekuensi.
Saat memutuskan untuk meruntuhkannya, maka ia tak semudah yang dibayangkan.
Harus ada kekuatan tekad dari dalam diri juga dukungan dari lingkungan sekitar.
Dalam benak saya, sepertinya perlu juga sebuah momentum besar yang dahsyat yang bisa mengubah haluan. Semacam dinamit yang mampu meruntuhkan tembok karakter tersebut.
Berat memang, tapi bukan tidak mungkin.
Lagi-lagi semua butuh proses.
Yang pasti, tembok itu hanya bisa diruntuhkan oleh diri kita sendiri, bukan orang lain.
Seperti kata temen saya siang ini,
" ... Tembok itu kita sendiri yang mengadakan, kita sendiri yang membangun, maka kita sendirilah yang harus meruntuhkannya ...".



:Ly, saling menguatkan ya ...

Wednesday, August 27, 2008

Sahabat

Sahabat, adalah anugrah. Terlepasnya satu diantara mereka, menyisakan sebuah ruang kosong diantara susunan puzzle kita.
Sore itu menjelang senja, ada kelegaan mengalir saat Alif memanggil, menyampaikan salam dari sahabat yang dua purnama ini menjejakkan rongga di ruang puzzleku.
Alhamdulillah ... kekhawatiran itu hanya menjadi sebatas kekhawatiran, karena susunan puzzleku tlah kembali seperti semula.
Yah ..., meski masih ada ruang kosong di tengahnya, namun untuk saat ini, cukuplah seperti ini.
Alhamdulillah


:Fee
Semoga Allah memudahkan segala sesuatunya
Aamiin

Thursday, August 21, 2008

Alhamdulillah ^_^

Hanya ingin berbagi kebahagiaan.
Barusan ada sms dari ade'.
"Attention !!! Dbritahukn bhwa, mlai sore ini qta pnya kponakn baruuu...!!! The next Aiko tlah lhir..td jam3..laki2..brat:3 kg..lhir dg skses&bbas hambtan..,haha :)".
(Sebelumnya, Bapak juga telpon. Sesudahnya, kakak ipar saya yang telpon.)
Saya tersenyum membacanya. Ada kebahagiaan tersirat dari sms itu.
Tak kurang juga saya berucap syukur.
Sejak Ahad sore saya sudah memantau perkembangan. Hampir setiap hari nelpon buat nanyain, "dah lahiran belom ???".
Alhamdulillah ... Alhamdulillah ...
Terakhir saya pulang, saya lihat mbak saya sudah lebih matang dalam menjalani perannya sebagai ibu (halah, sok tahunya muncul). Tapi emang kok, jadi lebih tenang dan lebih sabar.
Dulu saya yang paling semangat membela hak-haknya si Koko, sering complain (kok begini, begitu, dst) plus nyindir-nyindir ringan sambil bercanda. Sampai pernah menyarankan untuk melihat "Nanny 911" di Metro TV setiap Sabtu-Ahad jam 16.00 (acaranya tuh bagus banget deh. Recommended buat orang tua maupun calon orang tua).
Namun kemarin setelah pulang dan melihat semakin keibuannya mbak saya, saya jadi nyadar, bahwa menjadi orang tua pun adalah sebuah proses. Wajar jika di awal saat punya anak pertama masih banyak kekurangan. Karena memang menjadi ayah dan ibu adalah sebuah hal baru yang belum pernah dialami. Seiring waktu, pasti ada banyak hal yang dipelajari yang semakin mengasah ketrampilan dalam mendidik dan mengasuh anak. Jadi, semakin banyak anak, (harusnya) semakin terlatih dalam menjalankan peran sebagai orangtua.

Hmmm, jadi ga sabar pengen lihat dede kecil.
Waaahhh jadi Aunty lagi, Cenengna ... ^_^
Alhamdulillah ...

Monday, July 28, 2008

Cerita dari Bulungan

Kemarin habis dari Bulungan. Ada acara dengan tema mengenang Alm. Ust. Rahmat.
Pertama menginjakkan kaki di ruangan, langsung disambut dengan foto dan petuah-petuah beliau yang terpampang di dinding yang mengelilingi ruang depan. Ada aura yang berbeda saat mencermati foto-foto itu satu demi satu. Ada rindu bercampur haru. Hingga di salah satu sudut saya terpaku. Pada satu bingkai dengan untaian kalimat yang membuat jantung berdesir.
Sayapun mengabadikan kalimat itu dan membingkainya di Bingkai Kehidupan. Sebuah kalimat sederhana yang, entah, terasa begitu mendalam bagi saya.
Setelah itu ikut seminar tentang peran muslimah. Narasumbernya Bu Ledya dan Bu wiwi. Subhanallah, sebagaian besar pertanyaan saya yang telah mengendap sekian lama, yang saya cari-cari jawabannya namun belum juga mendapatkan jawaban yang memuaskan, akhirnya terjawab sore itu. Bagus banget isinya, baik bagi yang belum menikah, sudah menikah bahkan untuk bapak mapun calon bapak. Untung sempat saya rekam. Kapan-kapan saya share deh. Manual aja, soale ga tahu gimana nge-share dalam bentuk audio (gaptek banget yo ...).
Nah setelah itu, nonton film Sang Murobbi. Tayang perdana nih.
Sederhana, bersahaja. Itu yang tertangkap dari sosok beliau yang divisualisasikan di film itu.
Ada rasa malu menyusup. Entah dari mana datangnya. Hanya saja saya merasa, masa belajar yang sudah sekian lama, belum memberikan atsar yang nyata dalam diri saya.
Hfff betapa meruginya.
Hari itu saya merasa "penuh".
Penuh asupan ilmu, penuh pencerahan, penuh hikmah, penuh tekad dan semangat untuk menjadi lebih baik lagi.

Subhanallah ... walhamdulillah ...

NB : eh iya, pas nunggu temen mau pulang, sempet ketemu Pak Tifa secara langsung, hehe ...

Sunday, July 20, 2008

Catatan Pinggir Lapangan

Bagaimanapun yang namanya pendukung di luar lapangan tuh lebih enak daripada jadi pemain yang bermain di lapangan.
Lihat bulutangkis misalnya. Kitanya yang cuman nonton dah heboh teriak-teriak, padahal pemainnya mah cool-cool aja. Bahkan tak jarang sambil menyalahkan,
"Wah mbaknya gimana sih, sering banget buat kesalahan sendiri."
Begitupula lihat sepakbola. Pernah kan waktu masih di tempat bulik, bareng-bareng lihat The Jack lawan mana, saya lupa. Ceritanya nih agak terpaksa, lha pada seneng itu, jadi mau ga mau ikutan nonton. Eeee, yang katanya nonton dengan terpaksa itu, malah ribut sendiri, tiap mo gol saya dan bulik langsung heboh. Padahal om sama sepupu, kalem aja nontonnya. Ga sampe situ, kadang kita (para wanita ini) juga sok tahu banget, ngasih-ngasih saran.
"Wah itu harusnya ada yang jagain tuh, masa lini belakang dibiarin kosong".
"Gimana sih, nendang gitu aja ga bisa"
Pokoknya komentar macem-macem deh.
Sampe sepupu saya komentar, karena sebel kali ya "apaan sih ni, pada sotoy banget"
hehehe. Saya sama bulik cuek aja.
Yah begitulah ulah para pendukung. Padahal, pendukung kalo di suruh main langsung di lapangan belum tentu bisa.
Dalam konteks lain, saya pernah berada "di luar lapangan" dan "di dalam lapangan" meski masih di pinggirannya.
Saat masih di luar lapangan, saya menyikapi berbagai hal yang terjadi di dalam "lapangan" dengan sikap yang sedikit apatis. Menganggap orang-orang "di dalam lapangan" hanya berbuat semaunya sendiri, tanpa mau mempertimbangkan suara dan teriakan dari "luar lapangan".
Tapi setelah beberapa lama berada "di pinggir lapangan ini" saya mendapat sudut pandang yang berbeda dalam melihat apa-apa yang dilakukan orang-orang di dalam lapangan. Saya sedikit-sedikit tahu kenapa orang-orang di dalam lapangan bertingkah begini dan begitu. Jadi tahu duduk permasalahannya.
Misalnya saja, yang baru-baru ini terjadi, saat kata "naik" sering terdengar. Dulu, saat masih di "luar lapangan", saya sebel tiap keputusan untuk "naik" ini diambil. Dalam benak saya saat itu, jika ada kata "naik", itu artinya akan ada banyak orang yang kan semakin menderita. Dan saat itu, saya ga terlalu tertarik dengan alasan, sebab ataupun akar permasalahan kenapa kemudian kata "naik" harus diambil. Yang saya tangkap hanyalah pemain dalam lapangan ga peduli dengan pendukung di luar lapangan.
Setelah berada di pinggir lapangan, ya, memang masih kurang setuju dengan keputusan yang diambil, bedanya, sekarang saya lebih tahu duduk perkaranya, serta kondisi di lapangan yang sedang terjadi. Jadinya ya gimana lagi, memang sedang sulit posisinya. Dilematis.
Agak rumit juga sih transisi dari "luar" ke "dalam" ini. Kadang terasa aneh. Secara lahir sudah di dalam lapangan, tapi batin, pikaran, dan idealisme masih di "luar". Jadi sering banget terjadi benturan. Tapi bagaimanapun saya tetap harus bertahan di tengah kerumitan ini, karena memang masih banyak hal yang harus saya pelajari di sini.
Untung ada teman seangkatan dan sama-sama pernah merasakan berada di luar lapangan. Jadi yah ada yang bisa diajak ngobrol.
Dari obrolan-obrolan itulah, saya sering menemukan "sesuatu". Misalnya saja, saya jadi menyadari, bahwa terkadang suara-suara yang dulu sering kami suarakan dari luar lapangan, masih bersifat praktis.
Misal di tahun 98-04 dulu. Saat kata "turun !" seringkali terdengar. Memang sih, itu aspirasi, cuma kalo dipikir lagi, kalo udah turun trus seperti apa ??? Kadang tuh yang usul masih terbatas pada "turun" itu thok. Setelah bener-bener turun, ya udah, selesai. Seolah "turun" itulah tujuan akhirnya. Habis itu, tinggal pemain dilapangan yang sibuk mengeksekusi kelanjutan prosesnya.
Tapi ya memang tidak bisa menuntut lebih kepada pendukung di luar lapangan, karena memang para pemainlah yang mempunyai chance lebih besar untuk menajdikan kondisi di lapangan lebih baik lagi.
Bagaimanapun semua sudah ada job deskripsinya masing-masing. Dan tiap-tiap elemen itu tetap diperlukan kontribusinya dalam rangka bersama-sama meraih apa yang tengah dicita-citakan.
Pendukung tanpa pemain nggak akan bisa memenangkan pertandingan, pemain tanpa pendukung hanya akan bermain asal-asalan tanpa semangat dan tak tentu arah. Dengan teriakan dan sorak sorai dari pendukunglah, pemain jadi terpacu semangatnya dan akhirnya berusaha untuk bertanding dengan sebaik-baiknya.
Hffff, nggak jelas ya.
Gapapa, hanya sekedar ingin menuliskan apa yang ada di kepala saja.
Semoga bermanfaat.

Tuesday, July 15, 2008

Demam Janji Suci

Yovie n the Nuno

Dengarkanlah wanita pujaanku
malam ini akan kusampaikan
hasrat suci, kepadamu Dewiku
Dengarkanlah kesungguhan ini

**
Aku ingin mempersuntingmu
tuk yang pertama ...
dan terakhir ...

Jangan kau tolak dan buatku hancur
Ku tak akan mengulang tuk meminta
Satu keyakinan hatiku ini
Akulah yang terbaik untukmu

Dengarkanlah wanita impianku
Malam ini akan kusampaikan
Janji suci
Satu untuk selamanya ...
dengarkanlah kesungguhan ini

Back to **

Di ruangan, lagi demam ma lagu ini.
Lucunya, yang suka malah beliau-beliau yang sudah separuh baya.
Kasubag saya yang Kangen Band mania, sepanjang hari ini menyenandungkan (atau menggumamkan ^_^) lagu itu.
Ibu yang duduk tepat di depan saya, yang 11 Januari banget, pagi ini juga asyik bersenandung lagu ini.
Ibu Kasubag di belakang saya, pas pertama denger lagu ini berkomentar "bagus ya lagunya".
Hmmm, mungkin nih ya, dalam hati mereka komentar.
"Coba lagu ini ada pas jaman kita muda dulu ya ..."
Hehehe, nggak ding, itu bisa-bisanya erni aja.
Iya, emang lagi kurang kerjaan.

Monday, July 14, 2008

Kebiasaan Burukku

Lagi sedikit kecewa pada diri sendiri. Kenapa ya sifat ceroboh ini ga ilang-ilang. Perasaan dah berusaha untuk teliti dan setiti, berulang kali di cek, dicermati satu persatu tapi tetep aja ada yang lolos.
Padahal, kesalahan sekecil apapun bisa berakibat fatal !!!
Mungkin ini salah satu ibroh kenapa saya ditempatkan di bagian ini.
Harus sabar erni. Ga boleh grusa-grusu. Cek dulu pelan-pelan, kalo perlu huruf demi huruf, angka demi angka.
Yah, semoga bisa sedikit demi sedikit mengikis sifat ceroboh dan teledor saya.
Aamiin
Bismillah ...

Btw,ada ga ya cara yang efektif untuk menghilangkan ato paling nggak mengurangi sifat ceroboh ini?

?????

Amanah

Pelajaran minggu lalu.
Esensi dari suatu pekerjaan, bukan terletak pada berat ringannya, bukan pula pada sulit mudahnya, juga bukan masalah penting atau remeh temehnya.
Tapi hakikat dari kerja adalah amanah.
Sebuah kerja, seremeh apapun tampaknya itu, tetap harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Orang boleh memandang dengan sebelah mata.
Tapi yang namanya amanah tetap harus dijalankan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggungjawab.
So, nikmati apapun pekerjaanmu dan jalani dengan sepenuh hati
Smangat !!!

Sunday, July 06, 2008

Kangen

Akhir pekan seperti ini biasanya muncul penyakit orang rantau, Homesick !!!
Kalo dah gitu jadi inget ma teriakan angsa yang heboh di pekarangan belakang rumah, menunggu senja sambil bercengkrama di halaman rumah bareng keluarga, menyambut pagi dengan menikmati hidangan segelas teh manis dan pisang goreng, atau sarapan nasi goreng buatan ibu bareng mbak n ade (Alamaaak jadi tambah pengen pulang nih). Yah, beginilah resiko jadi satu-satunya anak yang merantau. Saat akhir pekan semua anggota keluarga berkumpul, kita sendiri yang ga ada. Hiks ... T_T. Tapi gapapa. Harus tetep bertahan !!! Lagian ini juga buat melatih kemandirian, dan kedewasaan kok. Kalo ga gini, mungkin ga segera mandiri 'n dewasa. Moga aja bisa jadi bener-bener mandiri dan dewasa, aamiin.
Jadi sadar, bagaimanapun tanah tempat kelahiran bener-bener ga akan tergantikan.
Mbok mo dibilang gersang dan tandus, tapi bagiku tetep yang paling sejuk.
Dibilang pedalaman, tapi tetep yang paling nyaman.
Keinget pas masih sering berkendara menjelajah alamnya. Rasanya pengen mengulang lagi.
Merasakan terpaan angin lembahnya, mengagumi barisan bukit seribu yang menghiasinya, menyelami kelengangan yang mengiringi padang ilalang dan belantaranya. Hmmm, bener-bener bikin jatuh cinta deh. Narsis ya ??? emang, sengaja :p
Selain lautnya yang indahnya Subhanallah ... (Ga percaya ???, buktikan di sini, detailnya bisa lihat di sini), yang juga bikin kangen adalah suasananya.
Kebayang jelas satu tempat yang dulu sering jadi tempat 'ngadem' jika jogja dan rumah dah terasa 'gerah'.
Sebuah rumah sederhana di tempat sederhana. Yang jauhnya 35km dari rumah, yang untuk menjangkaunya harus melewati jalan bebatuan sejauh 1,5 km, yang untuk mencapai angkutan umum harus berjalan 15 menit, yang tiap kemarau masih harus membeli tangki air seharga 70 ribu tiap 10 harinya, yang suara motor jarang sekali terdengar, yang lenguh sapi dan kokok ayam dapat terdengar sepanjang hari, yang paginya berselimut kabut dengan tetes embun yang terdengar jelas.
Disanalah biasanya saya (dan ternyata ade juga) menepi, merefresh diri dari segala yang menyesakkan.
Kalo dah di tempat itu rasanya seperti di dunia lain. Terjauh dari hiruk pikuk dunia luar yang tengah ramai demo BBM, atau kisruh krisis energi dan pangan dunia yang semakin parah, meskipun imbasnya, terasa juga sampai sana.
Kehidupan disana adalah rumah, sawah, cari makan buat ternak, kelompok tani dengan tetangga dan seputar itu. Kehidupan sederhana dengan orang-orang yang juga sederhana.
Hfff, jadi kangen kesana lagi. Tempat yang begitu tenang. Tempat nenek saya menjalani hari-hari di masa tuanya.
Semoga masih diberi kesempatan untuk mengurai rindu dan merasai semuanya.



Sepenuh cinta&rindu
:luv u grandma

Tuesday, July 01, 2008

Duri dan Mimpi buruk

Hari ini aku belajar, bahwa dalam persahabatan, kita tak selamanya harus membungkusnya dengan ruahan kata cinta, juga tak perlu selalu menghiasinya dengan indah warna warni pelangi.
Ada saatnya, kita harus menjadi duri bagi sahabat kita. Duri yang tersebar di sepanjang jalan yang dilaluinya, kala kita tahu jalan itu berbahaya untuk dilewati.
Atau kita harus menjadi mempi buruk yang membuatnya terjaga, jika memang tidur tlah mulai melenakannya.
Mungkin akan terasa pahit dan menyakitkan. Bagi sahabat kita, pun bagi kita.
Butuh keberanian untuk menjadi duri ataupun mimpi buruk, karena memang tak banyak yang bisa tenang menerima suatu mimpi buruk, begitu juga jarang ada yang tersenyum saat tertusuk duri.
Namun bagaimanapun, setiap sahabat selalu menginginkan yang terbaik bagi sahabatnya. Tak ada sahabat yang rela jika sahabatnya tenggelam dalam angan yang melenakan.
Ya ... apapun reaksinya, semua bergantung dari niat. Jika niatnya tulus untuk kebaikan sahabat kita, maka yakin, semua takkan sia-sia.


2838
:fee
maaf jika tlah menjadi duri dan mimpi buruk bagi harimu

Indahnya ukhuwah

Ukhuwah memang tak mengenal ruang dan waktu.
Siang itu, kulangkahkan kaki di bawah terik, menuju suatu tempat yang belum pernah kusinggahi. Tempat yang hanya pernah kudengar namanya, namun disana tengah menunggu seorang sahabat.
Tiba di pembehentian terakhir, Alif mengabarkan kedatanganku.
”Tunggu 10 menit ya”, balasnya.
Sepuluh menit berikutnya kuhabiskan untuk berjalan-jalan, melihat berbagai barang yang berjejer di etalase.
10 menit berlalu, Si Alif kembali berdering
”Pake jilbab warna apa ?” tanyanya.
Wah, berarti ia sudah ada disekitar sini. Aku melihat sekeliling mencari dan mereka-reka sosok yang hendak kutemui.
Beberapa langkah didepanku, terlihat seseorang yang tampak kebingungan dan seperti mencari sesuatu dengan menggenggam handphone ditangannya.
Diakah ??? tanyaku pada diri sendiri.
Ah, sepertinya bukan. Tidak mirip dengan sketsa yang kuterima beberapa masa yang lalu. Aku mulai kembali mencari, hingga akhirnya tertangkap di mataku sosok yang tengah menuruni tangga. Senyumku mengembang.
Itu dia !!!
Segera kusongsong dia.
Dari senyum yang dialamatkan kepadaku, sepertinya diapun sudah bisa menebak, bahwa akulah orang yang dicarinya. Kujabat tangannya, sebuah rengkuh persaudaraan yang begitu indah.
Agak sedikit tak percaya, tapi semua nyata.
Sang waktupun berlalu, dalam kisah kami yang terus mengalir, sahut menyahut, sambil sesekali ditingkahi derai tawa.
Akhirnya ... Allahpun berkenan mempertemukan kami.

Berawal dari sebuah tulisan yang kutoreh. Itulah awal pertama ia mengenalku. Sejak itu, Silaturrahimpun terjalin lewat surat elektronik, sms dan sesekali bertukar hadiah.
Dan tahun ini ... akupun tak menyangka akan dapat bertemu muka dengannya sejak 5 tahun persahabatan kami. Demikianlah Allah berkehendak.

Ia mengeluarkan sebuah binder kecil berwarna hijau.
“Masih ingat ini ???” tanyanya.
Kuamati benda kecil itu.
“Itu ... ”
“Iya”.
Ya Allah ..., binder kecil itu, yang dulu kutitipkan untuknya, ternyata masih ada.
“Ada fotonya juga”
Aku mendekat. Bener, ada fotoku juga. Aku sendiri bahkan sudah lupa bahwa aku pernah memberi benda kecil itu. Jadi malu.

Waktu 60 menit terasa begitu singkat. Namun kesan yang tercipta begitu mendalam.
Kupandang undangan cantik warna hijau yang diberikannya di awal perjumpaan kami. Seuntai doa terhulur, mengharap keberkahan dan kebahagiaan bagi sahabatku.

: Chika
Barakallahulaka wabaraka ’alaika wajama’a bainakuma fii khoir
Terima kasih atas ukhuwahnya
Luv

Wednesday, June 11, 2008

Keluarga kecilku ^_^

Hari ini kugembira
Melangkah di udara
Alif membawa berita
Dari yang kudamba

Seuntai kata yang manis
Yang menyejukkan hati
Bagai bingkisan yang indah
Tak sabar kujelang

Satu dua dan tiga
Kumulai melangkah
Keluarga kecilku yang kudamba
Membikin hatiku berbunga
Seperti melodi yang indah
Satu tanda cintaNya
padaku

Lagunya 'Surat Cinta'nya Vina yang dah diotak-atik liriknya


Hmmm ... akhirnya hari ini tiba juga. Setelah sekitar 3 bulan menunggu, berita bahagia itu sampai juga di telinga saya. Semua berkat do’a saudara-saudara saya juga yang begitu peduli dan tak lelah memantau perkembangan saya, hingga setiap kali ada kesempatan ketemu, baik secara langsung, lewat telpon, sms, maupun OL, satu hal yang tak lupa mereka tanyakan adalah, “Gimana, sudah dapat keluarga kecil belum ???”
Berkali-kali saya harus menjawab “Belum”.
“Lha kok bisa ???” tanya mereka selanjutnya.
Ya gimana lagi, saya juga bingung kok lama sekali. Padahal hampir tiap minggu saya menanyakan nasib saya, tapi jawabannya, yah begitulah...
Hfff, Lagi-lagi terkena imbas dari yang namanya birokrasi. Ternyata ga di dalam ga diluar, birokrasi tuh bikin lama. Padahal temen saya yang ga pake pengantar aja bisa langsung dapet dalam waktu kurang dari 2 minggu !!! Coba ?!
Yah mungkin memang sudah jatah saya kali ya... Paling nggak 3 bulan ini jadi latihan untuk menguji setangguh apa saya bisa mendidik diri (Tarbiyah dzatiyah). Hasilnya ??? ternyata masih 60-40. Waahh kalo begini terus, bisa kacau nih.
“udah, pokoknya telpon terus”, saran temen saya.
Beneran. Dengan sedikit melakukan teror, akhirnya 4 hari yang lalu berita gembira itu saya terima.
“Sore ini jam 4 ya ..”
Alhamdulillah ...
Agak cemas juga sih sebenarnya. Khawatir akan menghadapi situasi yang di luar perkiraan. Sepanjang jalan tak henti berdo’a, semoga saya bisa diterima dengan baik, dan keluarga kecil saya yang baru bisa menjadi tempat kembali yang nyaman bagi jiwa dan hati saya.
Dan ... Subhanallah ... Ada kerinduan dan kesejukan yang tak terkatakan saat berada di tengah-tengah mereka. Hiks ... rasanya jadi terharu T_T.
Satu yang baru saya sadari, ternyata saya sungguh merindukan suasana dan saat-saat seperti ini.
Alhamdulillah ...
Terima kasih Allah ...

Faathir as Samaawaati wal Ardhi, Anta waliyyi Fiddunya wal Aakhirat.
Tawaffanii musliman wa alhiqni bi ashshoolihiin
Wa alhiqni bi ashsholihiin

Wednesday, May 28, 2008

Keluhku

Nek melu-melu ngrasakke kondisi negeri ini, rasanya sedih banget.
Miris, getir, sebel, jengkel, bingung, judheg, semua jadi satu.
Lha gimana ya, wong para pimpinan daerahnya aja waktu diajak bicara soal kemiskinan rakyat, malah tidur. Wakil rakyatnya sibuk ingin menggugat sesiapa yang mengusik kenyamanannya duduk di Senayan, meski usikan itu hanya berupa sindiran lewat lagu. Saat monster bernama KPK beraksi dan berbuat ulah, mereka mulai kelabakan. Saking takutnya, sang monster terancam akan dibina (sakan). Padahal kan, kalo ga salah, kenapa mesti takut ? Lagipula ada yang harusnya lebih ditakuti dari sekedar sekumpulan makhluk dalam wadah bernama KPK itu, Yaitu Ia Sang Pemilik Makhluk.
Prajurit dan aparatnya yang harusnya saling berkolaborasi untuk mewujudkan keamanan dan kedamaian, malah sibuk gontok-gontokan sesama mereka sendiri. Ia yang seharusnya jadi pelindung, malah jadi momok yang ditakuti bahkan kadang jadi musuh yang harus dilawan.
Orang-orang kayanya sibuk ikut kontes membuat menara paling tinggi, sementara saudaranya yang tak berpunya hanya bisa menatap hampa rumah dan harta miliknya yang masih berkubang dalam lumpur, tanpa ada kepastian.
Pulau-pulau terluarnya dibiarkan terlantar dan kurang diperhatikan. Hanya sebagian kecil saja yang baru-baru ini mulai diberi perhatian. Giliran diakui oleh negara lain, kitanya teriak-teriak nggak rela. Seandainya mereka bisa berkata, mungkin mereka akan bilang ”Selama ini kemane aje Bang ???”
Nggak Cuma pulau, budayapun gitu juga. Bahkan kejadiannya nggak cuma sekali. Secara, setiap kita, pastinya akan merawat dan melindungi apa yang jadi miliknya, bukan ??!!!
Para penentu kebijakannya sibuk bekerja. Tapi entah untuk siapa. Untuk dirinya sendiri, untuk sekelompok orang tertentu, untuk orang-orang diatasnya atau benar-benar untuk kesejahteraan rakyat yang ditanggungnya.
Materialisme menjadi denyut nadi kehidupan di kota besarnya, anarkhisme memenuhi jiwa-jiwa para mudanya, individualisme merasuki para remajanya. Hingga yang ada hanya aku, terwujudnya inginku, masalahku dan kehidupanku.
Ketidakpedulian merajalela, nurani mulai menumpul.
Agama ... ?
Entah diletakkan dimana ia.
Sebagiannya masih setia membawanya kemanapun mereka pergi.
Sebagian lainnya meninggalkannya beberapa lama, ketika mereka pergi, dan mengambilnya lagi setelah mereka kembali.
Sebagian lainnya lagi bahkan telah lupa, dimana dulu ia meletakkannya.

Allah ... rasanya pengen teriak melihat semua ketidak idealan ini.
Sadar sih, harus ada perubahan jika ingin keadaan lebih baik. Cuma karena terlalu banyak yang harus dibenahi, jadi bingung mo mulai darimana. Kebayang susahnya merubah sekian ratus juta orang di negeri ini. Makanya saya cukup salut dan terharu, masih ada yang berlomba-lomba menjadi pemimpin di negeri yang sedang berbenah ini. Padahal kan beban dan tanggungjawabnya, SubhanaLLah ... berattt banget. Semoga saja, niat mereka bener-bener tulus ingin membawa negeri ini ke keadaan yang lebih baik dan membawa rakyat menuju kesejahteraan.

Memang, kalo dilihat secara makro, semua terasa berat dan terlihat seperti ketidakmungkinan. Sekaligus bikin hati jadi apatis, skeptis dan putus asa. Tapi sebenarnya, jika dilihat dalam skala mikro, maka semua akan terasa lebih ringan.
Mungkin mulai kini kita harus berusaha lebih peduli. Sedikiiiit saja peduli. Pada lingkungan, pada kondisi negara ini, pada orang-orang disekeliling kita. Meluangkan waktu kita, meluangkan pikiran kita, mengulurkan tangan kita untuk melakukan sedikit perubahan. Sedikit saja, jika memang banyak terlalu berat. Hingga paling tidak, sedikit yang kita lakukan itu, bisa mempengaruhi orang lain untuk ikut juga peduli dan menunmbuhkan kesadaran bahwa memang ada yang harus dibenahi.

Cahaya itu masih ada, Kawan
Yakin itu
Mari jaga agar ia tak redup
Atas izinNya, kita kan mampu mewujudkannya.

Pemimpin itu ...

Mungkin ada benarnya juga pendapat yang mengatakan bahwa cara berpikir seseorang itu bisa berubah setelah menikah. Teman saya yang sudah menikah, mempunyai cara berpikir yang lebih praktis dan realistis dalam menyikapi suatu hal, sedang kami yang masih muda-muda (halah !) maksudnya yang belum menikah, cenderung masih berusaha kukuh dengan idealisme yang kami miliki. Hingga kadang terjadilah pertempuran-pertempuran kecil dalam perjalanan pertemanan kami. Tapi itulah dinamika. Ga seru juga kalo semua mempunyai pendapat yang sama kan ?
Dipikir-pikir, ada enaknya juga berbincang dengan mereka-mereka yang sudah menikah. Paling tidak, jadi mendapat ilmu teentang masalah kerumahtanggaan. Mulai dari bagaimana membina hubungan dengan mertua (umumnya nih, yang menjadi momok bagi menantu adalah mertua. Tanya kenapa ??), membangun komunikasi dengan pasangan dan anak, pola mengasuh anak, dll, yang kesemuanya itu belum tentu bisa didapatkan dari teman-teman yang belum menikah.
Seringkali ceritanya bikin geli dan tersenyum. Tak jarang pula bikin dongkol dan gregetan (padahal yang ngalamin nyante aja). Pernah suatu kali saya sampai bergumam dalam hati, ”Ya Allah, makhlukMu yang bernama ’Laki-laki’ ini kenapa begitu egoisnya ???”
Gara-garanya adalah cerita tentang pembagian peran dan penempatan posisi antara suami istri dalam rumah tangga.
Kita semua tentunya sudah tahu bagaimana Islam mengkonsep kedudukan pria dan wanita.
Ya, dalam Al Qur’an disebutkan, yang intinya bahwa Pak Rizal adalah Qawwam (Pemimpin) bagi Bu Nisa.
Cuma masalahnya adalah bentuk pengejawantahan Qawwam oleh para bapak-bapak Rizal itu bermacam-macam, sesuai dari pemahaman tiap-tiap orang tentang konsep Qawwam itu tadi.
Ada yang mengartikan bahwa Qawwam tu ya segala perkataan Pak Rizal harus dituruti, tanpa boleh ada interupsi, hak bertanya, hak interpelasi maupun klarifikasi (apa sih ?). Baru mo menyela dah dipotong duluan,
”Mo mbantah suami ??? siap-siap aja masuk neraka”.
Gubraxxx, dah skak mat tuh ga bisa apa-apa lagi. Kalo udah kayak gitu, biasanya ujung-ujungnya KDRT. Aduh, jangan sampe deh.
Memang, ketaatan pada suami adalah sebuah keniscayaan bagi istri. Bahkan amalan itu mempunyai poin yang tinggi di sisi Allah. Tapi ya njuk jangan menjadikan itu sebagai dalil dan dasar untuk memaksakan kehendak dan mau menang sendiri, tanpa memberi kesempatan kepada istri untuk menyatakan pendapat ataupun membela diri.
Rasanya akan lebih indah, jika Pak Rizal dan Bu Nisa bisa menjadi sparing partner yang saling mengisi, memotivasi dan bahu membahu dalam ketaatan kepada Allah. Bukankah demikian ???
Mungkin perlu dikaji lagi bagaimana menjadi pemimpin yang baik, yang berhasil dalam memimpin keluarga, juga sukses memimpin masyarakat. Toh kita punya segudang referensi mengenai hal itu. Yang paling shohih tentunya adalah profil junjungan kita, Rasulullah Muhammad SAW. Sehingga daftar KDRT yang sudah cukup panjang, tidak jadi semakin panjang.


By : Pemerhati masalah Keluarga dan Anak (Huex 999x, ngaku-ngaku !!!)
He ..., nggak ding, mung catatan kecil dari orang yang tengah belajar dari hidup dan kehidupan. Itu aja ^_^

Proses II

Setiap hal yang berlaku di dunia ini, pastilah melalui proses dan perjuangan, tidak ada yang ujug-ujug langsung jadi. Perjalanan manusia dari Lam yakun syai an madzkuura (sesuatu yang belum bisa disebut), hingga menjadi sosok yang menyandang predikat manusia-pun membutuhkan proses panjang.
Proses menuju sel telur yang harus diiringi dengan perjuangan keras mengalahkan jutaan bakal calon janin lainnya. Proses pembentukan organ di dalam rahim yang membutuhkan waktu 9 bulan lebih, proses menuju dunia yang disertai pertaruhan nyawa dari sang bunda. Proses untuk belajar melihat dan mendengar secara sempurna, proses untuk dapat bertutur dengan lancar, proses untuk melangkah, mulai dari merangkak, tertatih, berjalan hingga akhirnya mampu berlari.
Hidup manusia sejatinya adalah sebuah kesinambungan proses. Dimana dalam tiap-tiap prosesnya terkandung pelajaran yang sangat luas. Karena proses adalah juga merupakan salah satu sarana bagi Allah untuk mendidik hambaNya. Sebuah pembelajaran yang tak kenal masa, ruang dan waktu.
Hidup manusia takkan lepas dari yang namanya proses. Dan proses itu perlu waktu yang kadang tidak sebentar, sehingga dibutuhkan kesabaran dalam menjalaninya.


:saat diri ingin bersegera menjadi ”sesuatu yang berarti”
Semua itu perlu proses nee ...

Sekilas TiJe

Ternyata kursi memang barang mahal. Ga hanya kursi di Senayan, tapi juga kursi di dalam traja. Bagi kami, pati-narapati pelanggan traja (khususnya koridor yang setiap hari saya lewati, yaitu VI dan IV), untuk mendapatkan satu kursi di dalam traja merupakan sebuah perjuangan. Terutama pada jam-jam sibuk seperti saat berangkat kerja (6-8 pagi) dan pulang kerja (4-8 malam). Maka jika tidak ada urusan yang terlalu mendesak, disarankan hindari bepergian dengan traja pada jam-jam itu, lebih-lebih kalo bawa anak kecil atau lansia. Wadhuh, mending jangan deh. Bukan apa-apa, kasihan aja kalo harus ikut desak-desakan.
Balik ke masalah perjuangan mendapatkan kursi tadi. Jangankan dapat kursi, dapat tempat di dalam traja aja harus melalui antri cukap panjang (di shelter Taman Margasatwa bisa nyampe lebih dari 10 m, padahal antrinya dah 5 baris tuh. Di Deptan malah sampe ke trotoar jalan di luar shelter, bener-bener deh), trus menunggu cukup lama (dengan range sekitar 5 menit hingga 1 jam !!!), berdesak-desakan nggak karuan, itupun masih dengan catatan belum tentu bisa duduk alias masih tetep berdiri. Lumayan juga sih 1,5jam berdiri. Kalo PP ga dapet tempat duduk juga, maka total 3 jam berdiri.

Memang, setelah adanya kebijakan sterilisasi jalur, jumlah pengguna traja semakin meningkat. Apalagi dengan naiknya harga BBM ini, ada kemungkinan pelanggan akan semakin bertambah. Kalo hal ini ga di antisipasi dengan baik, wah bisa kacau tuh. Akibatnya pelanggan bisa pada ngabur, balik pada pake mobil pribadi lagi. Artinya macetnya bakalan lebih parah. Jadi mau ga mau jajaran BLU TiJe harus segera melakukan pembenahan. Baik dari segi sarana prasarana maupun pelayanannya. Misalnya dengan nambah jumlah armadanya, atau distribusi trajanya lebih diatur lagi. Sering kejadian, ada lima traja numpuk di TL, habis itu hampir 30 menit ga ada yang lewat. Kan ga efektif banget tuh.
Tambah lagi pramudinya yang kadang berhenti mendadak, padahal kondisi traja dah miring, jadinya yang didalam pada gedubrakan. Buka tutup pintu dengan terburu-buru atau kurang hati-hati, kurang sabar dalam menghadapi pengguna jalan yang lain, jadinya marah-marah dan saling umpat ga karuan. Kan bikin gerah suasana tuh.
Anyway, dengan segala keterbatasan yang ada, saya cukup berterima kasih kepada seluruh jajaran BLU TiJe, mulai dari penjaga loketnya, penyobek karcisnya, penjaga pintunya, pengatur antriannya, pengatur distribusi trajanya, penjaga jalurnya, pramudinya, semua-mua deh. Karena bagi saya, traja adalah angkutan pertama yang saya kenal di kota ini, yang mengenalkan saya pada kota ini, yang nganter saya pulang pergi setiap hari, yang membersamai saya dalam proses adaptasi dengan kota ini, tempat saya mengurai kegundahan hati demi menyaksikan berbagai ketidakidealan yang terkadang begitu menyesakkan dada. Disana pernah ada marah, kesal, sedih, kecewa, tawa, senyum, air mata hingga hal-hal kecil sekedar iseng yang bikin hati jadi geli. Yah, gado-gadolah pokoknya. Makanya, sebenarnya agak sedih juga harus meninggalkan rutinitas naik traja setiap hari. Tapi ya cape’ juga kalo tiap hari harus menghabiskan waktu 3 jam di jalan.
Akhir kata, tetep Semangat tuk semu kru traja. Semoga pelayanannya lebih baik lagi.

Tuesday, May 27, 2008

Bisa ga ya ???

Deru motor membelah pagi.
Aku tersenyum, menebak-nebak dialog yang akan terjadi.
Sesaat kemudian senyumku semakin melebar, demi menyadari perkiraanku yang 95% mendekati kebenaran.
”Darimana ?”
”tempat temen”
”Kok nggak pulang ?”
”Kemalaman”
”Ditelpon ga diangkat-angkat”
”Lagi dijalan”
”Di sms juga ga dibalas”
“lupa”
Aku masih tersenyum mendengar percakapan itu.
Begitulah. Setiap kali ada salah satu dari tiga jagoannya yang tidak ada dirumah pada jam-jam yang seharusnya mereka ada di rumah, beliau selalu melakukan inspeksi. Kalo bahasa saya sih ng-absen. Biasanya lewat telpon, kalo ga ya sms.
Ini sudah jadi semacam kebiasaan, sehingga anak-anakpun sudah hafal. Malah kadang kalo ga ditelpon, mereka jadi heran, tumben ga diabsen.
Tanggapannya sih macam-macam. Kalo lagi ngeh ya ditanggapi, tapi kalo lagi ga pengen diganggu, ya didiemin aja dengan berbagai alasan.
Kalo dah gitu, sampe di rumah, terjadilah dialog –dialog pendek seperti diatas,
Mungkin memang sudah naluri keibuan kali ya ...
Saya semakin tersadar betapa urgentnya peran ibu dalam sebuah keluarga, terutama dalam membangun pola komunikasi antar anggota keluarga. Tak jarang, ibu menjadi jembatan penghubung antara ayah dan anak-anak, seringkali pula Ibu menjadi sumber informasi bagi seluruh anggota keluarga mengenai segala hal tentang rumah .
Ibu, bagi keluarga, adalah sosok yang tak tergantikan.
Pulang ke rumah , yang ditanya ”Ibu mana ?”
Mo nanya sesuatu tentang hal seputar rumah,
”Bu, ininya dimana ?”
Mo meminta sesuatu juga ibu.
”Bu, ini”
”Bu, itu”
Semuamua ibu.
Akhir-akhir ini saya sering mikir, dengan kondisi seperti saat ini, bisakah nanti menjalankan peran sebagai istri dan ibu yang baik, yang sesuai dengan idealisme yang saya punyai ???
Gimana nggak mikir, dari seluruh waktu jaga saya dalam sehari, 2/3 nya habis di luar rumah, bahkan untuk kasus khusus bisa lebih dari 2/3nya.
Hhfff, mau ga mau mikir juga kan, kalo dan punya suami or istri eh maksudnya anak gitu, apa bisa seperti itu terus ???
Padahal saya termasuk yang sepakat bahwa ibu dan istri yang ideal adalah yang menjadikan aktivitas mengurus keluarga sebagai prioritas dan amanah utamanya, karena menurut saya peran sebagai istri dan sebagai ibu adalah peran-peran yang tidak bisa diambil alih atau dilimpahkan kepada orang lain. Begitu idealisme saya berkata.
Yah ... akhirnya masih belum menemukan jalan keluar.
Kata teman saya, “halah kadohan leh mikir”.
Begitu ya ?
Namun saya yakin, akan selalu ada jalan.
Semua kan terbuka, saat telah tiba masanya
Aamin

Rasa Sayang

Adalah hal yang wajar jika kita ingin selalu bersama dengan orang-orang yang kita sayang. Namun pada kenyataannya, tak selamanya kita bisa bersama dengan mereka yang kita sayangi.
Sedih memang, tapi begitulah hidup.
Pada hakikatnya, menyayangi adalah proses saling memberi.
Artinya saat kita bersedia untuk menyayangi maka kitapun harus siap dan rela untuk memberi.
Mungkin kita harus belajar menyayangi sebagaimana seorang ibu menyayangi anak-anaknya. Kalo mo dipikir, apa sih yang nggak dilakukan seorang ibu untuk anaknya. Harta, pikiran, bahkan jiwa pasti rela dikorbankan untuk kebahagiaan anak. Tapi pada akhirnya, saat sang anak menginjak dewasa, sang ibu harus merelakan anak-anaknya melangkah menempuhi garis hidup masing-masing. Rasa sayangnya tak membuat sang ibu memasung sang anak untuk selalu berada disampingnya, meski di lubuk hati terdalamnya, ia ingin selalu beada di samping anak-anaknya.
Yah, mungkin begitulah kita harus menyayangi.
Sayang yang tak mengikat, sayang yang tanpa syarat. Dan tentunya sayang yang didasari pada kecintaan kita pada Allah.


12/5/08
Ketika, untuk kesekian kalinya, harus berpisah dengan sahabat sekaligus saudara.
Selamat Jalan Ukhti...
Semoga betah disana. Kalopun pengen ....., intinya adalah bersegera, bukan tergesa-gesa dan bukan karena biar bisa segera balik Jawa(hehe ..., apa coba ??? ;p).
Uhibbuki fiLLah ...

Monday, May 19, 2008

Memori

Sedih rasanya jika dilupakan oleh orang.
Beberapa waktu lalu, saya bangun tidur dengan perasaan kesal. Masalahnya, malamnya saya mimpi ketemu teman lama tapi teman saya itu lupa sama sekali dengan say. Bahkan nama aja ga ingat !!! Padahal udah dipancing-pancing kalo huruf depannya "e", tetap aja ga inget. Gimana ga kesel tuh.
Dan kemarin itu, saya kembali dibuat sediiiiiihhhh banget dengan ulah ponakan saya. Gimana enggak. Saya pulang dengan perasaan berbunga, karena bisa kembali ketemu dengan ponakan semata wayang, dengan rindu yang begitu sangat (halah, hiperbolis banget), udah membayangkan ekspresinya yang lucu saat untuk pertama kali mendengar suaranya memangggil nama saya di telepon 'enyiiiii', gemesiiin banget.
Bahkan saya ngalahi langsung mampir ke 'sekolah'nya sebelum singgah ke rumah. Namun ternyata apa yang terjadi ???
Saat saya dengan semangat 45 turun dari bis, dengan barang bawaan yang masih bergelayut, dengan senyum yang merekah ceria menujunya, eh yang dituju malah menatap heran ke arah saya. pas saya mendekat, eeee malah nangis ketakutan.
Ya Allah, rasanya sediiiihhhh banget. Asli. Saya jadi bengong. Ga tahu mesti ngapain.
Lha masa ponakan sendiri sampe nggak inget ma kita, kan menyedihkan sekali.
Kebayang dengan saudara-saudara kita, para ibu, yang terpaksa meninggalkan anak-anak mereka dalam waktu lama untuk mencari nafkah ke kota lain. Mungkin mengalami seperti itu juga kali ya.
Saya jadi mikir, baru dilupakan ponakan aja, rasanya sedih banget, gimana kalo yang lupa dengan kita adalah anak kita ??? Saya ngeri mbayanginnya.
Jangan sampailah itu terjadi. Naudzubillahi min dzalik.
Bagi para ibu ataupun calon ibu, mungkin perlu dipertimbangkan kembali sebelum memutuskan untuk meninggalkan buah hati dalam waktu yang lama (berbulan atau bahkan bertahun), dengan alasan apapun itu.
Karena bagaimanapun, ibu adalah guru pertama bagi anak, dan keluarga adalah madrasah pertama bagi anak. Semoga kita tidak melupakan itu.


Tulisan yang idealis banget. Maklum, masih teori^_^

Thursday, April 17, 2008

Aneh tapi nyata

”Satu berapa Pak ?” tanya seorang calon pembeli kepada Bapak penjual gethuk tiga rasa khas Magelang.
”5000 Mbak”.
”Bisa kurang nggak Pak ?”
”Ya kalo belinya banyak, bisa Mbak”
“9000 dapet tiga ya Pak”
“Wah nggak dapet Mbak”
“Ya udah Pak, nggak jadi”, jawab si Mbak, padahal sebenarnya pengen.
“Gini aja deh, 20 ribu dapet 5”
“Nggak Pak”
“19 ribu dapet 5”
Si mbak geleng-geleng.
“Udah , saya kasih 18 ribu dapet 5”
“nggak pak, kebanyakan.”
“Kalo situ 15 rb dapet 4 deh mbak.”
Si Mbak mikir lama sebelum akhirnya berkata
“Kalo 4 kayaknya kebanyakan deh Pak. 3 aja 12 ribu gimana Pak ?”
“Wah masih nggak dapet Mbak”.
Akhirnya si Mbak jadi membeli dengan transaksi akhir 15 ribu dapat 4 bungkus.

Ngerasa ada yang aneh nggak dengan proses tawar menawar di atas ?
Kalau jeli, akan terlihat dua orang penjual dan pembeli yang sama-sama anehnya.
Benar-benar aneh tapi nyata, Huehehe

Memori Mudik190308

Ajal

Tanggal 25 Maret kemarin saya membaca artikel tentang kelanjutan penyelidikan peristiwa menghilangnya pesawat Adam awal 2007 lalu.
Disana diberitakan tentang apa sebenarnya yang terjadi sehingga pesawat yang segedhe itu bisa hilang tanpa jejak.
Membacanya saya jadi merinding. Terlebih saat membaca kalimat ”Pilot pun tidak sempat menaikkan pesawat karena posisi pesawat sudah miring. Akibatnya, pesawat menghujam laut dengan kecepatan 1.000 kilometer per jam. Byarrr..!! Pesawat "menabrak" laut. Saking kencangnya tumbukan yang terjadi, kepingan pesawat terbesar yang ditemukan pun hanya selebar 2 meter saja.”
Nggak kebayang betapa paniknya situasi dalam pesawat saat itu. Melesat dengan kecepatan 1000km/jam.
Allah ... saya nyebut dalam hati.
Yang namanya ajal, tetep nggak ada yang tahu bagaimana, dan dalam kondisi seperti apa kelak kita akan dipanggilnya.
Kalo dipikir, setiap saat kita bisa saja bertemu ajal.
Jadi keinget dulu pas sering naik motor. Biasalah sok-sok ngebut gitu, apalagi kalo dah lewat ringroad, bisa jalan lebih dari 100 tuh. Pas gitu sebenarnya nyadar kalo bahaya. Bahkan pernah saya berpikir, ”kondisi kayak gini nih, kalo Allah berkehendak, nyenggol kerikil kecil aja udah langsung Brak !!!, gitu”. Kalo udah gitu, biasanya langsung banyak-banyak dzikir, tapi tetep ngebut, hehe (Lho ?). Yah paling nggak kalo terjadi apa-apa saya dalam keadaan yang baik gitu. Tapi Alhamdulillah, bisa sampai di rumah dengan selamat.
Kalo mo mikir lagi, sebenarnya dalam masalah berkendara tadi dan dalam setiap hal yang terjadi, ada kasih sayang Allah yang luar biasa.
Kalo mo lebih lengkap, baca Tarbawi bulan ini yang temanya kalo ga salah ”Semua karena kasih sayang Allah”.(yee promosi)
Bener deh.
Memang, dalam hari-hari kita selalu bertabur kasih sayang Allah. Hanya sayangnya, kadang kita tak cukup peka untuk menyadarinya.
Astaghfirullah ...

Friday, April 11, 2008

kesepian

Duduk di tepi jendela diatas ketinggian 20 m
Menikmati suasana kota saat merambat malam
Sejenak menepikan tumpukan kertas dan layar komputer
Mencoba memejamkan mata dan menyandarkan punggung
hening ...
senyap
sepi ...
sunyi ...
sendiri ...
terasing di keramaian
mencoba menghibur diri dengan bersenandung lirih
Sebuah lagu untuk diri sendiri
"perjalanan sunyi, yang kau tempuh sendiri
Kuatkanlah hati ..., Cinta"

Saat-saat seperti ini, begitu terasa arti seorang teman.

: Rafa
Nt belum pergi aja, aku dah sering merasa kesepian. Gimana kalo nt dah pergi. Huaaa ... T_T
Doakan ya biar cepet dapet 'keluarga kecil' disini. Biar aku ga merasa sendiri lagi. Luv u sist

restroom,250308,19pm
Hari ini, aku benar-benar merasa sendiri
Hiks ... hiks ... melas banget yooo

Nak

"Jauh jalan yang harus kau tempuh
Mungkin samar bahkan mungkin gelap
Tajam kerikil setiap saat menunggu
Engkau lewat dengan kaki tak bersepatu

Duduk sini nak dekat pada bapak
Jangan kau ganggu ibumu
Turunlah lekas dari pangkuannya
Engkau lelaki kelak sendiri"
Iwan Fals ( Album Sugali 1984 )

Denger lagu itu dari seorang pengamen pas balik kemarin, membuatku sedikit tercenung. Kalau aku laki-laki, aku akan lebih tercenung. Meski liriknya sederhana, tapi maknanya cukup dalam dan menohok. Khas punya Iwan Fals.
Jadi keinget ma adik dan sepupu-sepupuku yang tengah berpetualang mencari diri mereka.

Tuk Inung,Ical(yang kemarin genap 13th),Ko,Mam,Pan,Aji,Yun,Del
segera temukan dirimu. Engkau lelaki, kelak sendiri.

Hati seorang Ayah

Aku tersenyum saat wajah yang mulai keriput itu terlihat kagum pada angkutan yang baru sekali ini dinaikinya. Pada pramudinya yang rapi jali memakai peci (kadang bertopi), berjas dan berdasi. Pada penjaganya yang nampak gagah berseragam, pada bening suara mesin operator otomatis yang selalu bergema di setiap perhentian.
Aku ingat sekali, ia, pemilik wajah itu, hari ini telah melakukan banyak hal untukku.
Mulai dari membangunkanku di pagi buta, bolak-balik meninjauku untuk sekedar memastikan bahwa aku telah bersiap-siap, menyiapkan sepatuku (hingga saat akan berangkat, sepasang sepatu telah menyambutku di depan pintu), mengantarkanku sampai tujuan, menungguiku dari pagi hingga petang, membantuku mengemasi dan merapikan barang-barang, berjaga penuh di belakangku selama perjalanan, hingga menawarkan semangkok bakso sebagai penawar lelah.
Terkesan manja dan kekanakan ???
Akupun merasa begitu. Tidak nyaman rasanya diperlakukan seperti anak kecil. Ingin sekali kuberkata ”Bapak, saya sudah besar, sudah bisa melakukan semuanya sendiri”.
Tapi aku tak tega mengatakannya. Kupikir kalimat itu hanya kan membuatnya kecewa dan merasa tidak dibutuhkan. Karena itu, sepanjang hari itu, aku berusaha sekuat tenaga menahan ego diriku yang berteriak-teriak minta diakui kedewasaannya.
Sisi hatiku mencoba menenangkan,
”Untuk kali ini, mengalahlah. Mungkin kau memang bisa melakukan semua hal itu sendiri. Bapakpun tahu itu, tapi beliau tetap melakukannya untukmu. Bukan karena menganggapmu tidak bisa, sama sekali bukan. Tapi lebih kepada panggilan hati seorang ayah yang ingin sekali berbuat sesuatu untuk anaknya. Kaupun harus tahu, bahwa apa yang beliau lakukan untukmu, sekecil apapun itu, adalah hal terbaik yang diberikan seorang ayah kepada anaknya. Kau boleh merasa diri telah dewasa, tapi bagi orang tua, anak tetaplah kanak-kanak. Jadi, pahamilah ...”
Hatiku berceramah panjang lebar.
Akupun mengalah. Untuk hari itu, tak masalah dianggap anak kecil, jika itu memang berarti bagi Bapak.
Dan hari itu, aku belajar, bahwa bagi Bapak, mungkin aku tak pernah menjadi besar. Aku tetaplah putri kecilnya seperti 23 tahun lalu saat aku dilahirkan. Putri kecil yang dulu ditimang dan dininabobo’kannya. Putri kecil yang ingin selalu dijaga dan dilindunginya.

Luv u Dad T_T

Tuesday, March 25, 2008

Pak Dirman&NBJ2

Melihat sosok Panglima Besar Jendral Sudirman yang dalam posisi hormat itu membuat saya teringat pada satu scene dalam NBJ2 yang saya sukai (selain aransemen Lagu a ”Syukur”nya yang syahdu)
Satu adegan, saat Naga Bonar berteriak-teriak setengah putus asa, pada patung yang berdiri kokoh di tengah hiruk pikuknya kota.
”Turunkan tanganmu Jendral !!! Tidak semua dari mereka yang disana, pantas untuk kau hormati !!!”
Begitu kira-kira dialognya.
Melihat film itu, seketika mengingatkan saya, pada para pahlawan kemerdekaan yang, jujur saja, sempat saya lupakan.
Dalam hati saya bergumam,
”iya ... ya, kita kan juga punya pahlawan yang bisa dibanggakan. Kok bisa lupa sih ?”
Yah, mungkin karena sehari-hari disuguhi tayangan-tayangan yang menunjukkan kesemrawutan moral bangsa ini, sehingga melupakan, bahwa negeri inipun memiliki anak-anak bangsa yang luar biasa dan patut dibanggakan.
Mereka yang begitu jujur, berjuang dengan tulus tanpa mengharap imbalan apapun.
Semoga kan terlahir kembali Pak Dirman -Pak Dirman baru, yang tulus berjuang dan tetap bersahaja.

Sunday, March 16, 2008

Alif

Alif ...
Beberapa waktu terakhir ini, ia jadi sedikit menjengkelkan. Tiap kali ada yang menyapanya, ia langsung berteriak dengan nada khasnya, dan akhirnya ... pet, tak mau lagi membuka matanya kecuali kembali di On kan.
Hfff, kadang pengen tak banting rasanya, tapi kok ya nggak tega. Kalo pas lagi ada yang penting untuk segera disampaikan, lalu dia ngambek kayak gitu kan repot juga. Mana Loadingnya lama banget lagi.
Mungkin sudah saatnya diganti kali ya ... Nggak terasa sudah hampir 4 tahun ia menjadi bagian hidupku, tepatnya sejak Juni 2004. Kondisinya memang memprihatinkan, jika tak ingin dibilang mengenaskan. Performancenya, wah ga bisa diceritakan deh, retak disana-sini, tombol dah ga jelas, ya gitu deh, namanya juga HaPe antik. Dah ga ada yang jual tuh. Tapi apapun kondisinya, dia tetap the best buatku, meski ya itu tadi, sedikit menjengkelkan (soale aku mung duwe kuwi je, piye maneh). Lagian menggantinya tak semudah membalik telapak tangan.
Untuk saat ini bersabar dulu lah dengan kondisinya.
Bulan depan moga dah gajian, he ...

Puzzle

Episode-episode hidup kita ibarat puzzle yang terserak. Selintas terkesan tak beraturan dan tak berhubungan. Namun sejatinya, semua saling terkait dalam sebuah pola yang begitu indah. Dan saat kita bisa menyusun puzzle-puzzle itu dengan tepat sesuai posisinya, akan kita temukan sebuah karya yang begitu sempurna dan luar biasa. Maha karya agung dari Sang Maha Agung.
Saat itulah kita bisa menarik benang merah dari setiap kejadian yang kita alami. Dan sebagian misteri hidup yang tersusun dalam deretan pertanyaan "mengapa ?" pun (Mengapa harus berada disini, mengapa harus mengalami ini, mengapa harus bertemu ini, mengapa harus begini, mengapa harus begitu, mengapa ..., mengapa ..., dst), akan terpecahkan.
Yang pasti, ketika Allah menetapkan suatu manzilah bagi kita, itu bukan suatu kebetulan dan tanpa alasan. Tapi ada hal yang ingin Allah sampaikan pada kita, ada sesuatu yang ingin Allah ajarkan pada kita, yang nantinya akan bermanfaat bagi masa depan kita, karena apa yang kita alami saat ini tak kan lepas dari apa yang akan kita alami esok hari.
Jadi, jalani saat ini dengan sebaik-baiknya, dan ambil hikmah sebanyak-banyaknya, sebagai bekal bagi hidup kita di kemudian hari

Edensor

Membaca Bab pertama dari buku ketiga tetralogi Andrea, membuat keningku berkerut.Pasalnya, di bab pertama buku yang baru kubeli sewaktu Bookfair kemarin itu, banyak kata-kata yang tak kupahami artinya, mulai dari zenit, nadir, menibar, terampang, gerinda, lor, harpun, tempuling de el el, bahkan dari kalimat judul bab nya aja udah nggak dong. Kerasa banget kurangnya perbendaharaan bahasa Indonesiaku. Imbasnya, membacanya jadi terasa lebih lama dari dua buku sebelumnya, karena kadang harus mengeja tiap katanya atau mengulang-ulang kalimatnya demi bisa mendapatkan visualisasi yang jelas dari apa yang dikisahkan dan meraba makna yang ingin disampaikan.
Kenapa ya ... ?
Apa karena membacanya pas dalam kondisi lelah ? Bisa jadi.
Tapi itu baru bab pertama kok, bab-bab selanjutnya lumayan lancar. Dan seperti biasa, buku ini mampu membuatku tergugu haru, tersenyum geli, hingga tertawa terpingkal-pingkal.
Dari ketiga buku yang telah terbit, yang paling berkesan tetap buku pertama. Buku yang dinobatkan sebagai Indonesia's Most Powerful Book ini (Sesuai yang tertera di sampulnya) memang menginspirasi. Buku yang membuat saya merasa bahwa tak ada alasan bagi kita untuk tidak mensyukuri hidup, dan segala apa yang telah diamanahkan pada kita.

Positive Thinking

Dulu, saat ada pembekalan untuk SPMB, saya dikenalkan dengan adanya Hukum Pikiran, yang intinya bahwa ketika kita berpikir bahwa kita bisa, maka seluruh organ di dalam tubuh kita akan merespon pikiran itu dan akhirnya kita benar-benar bisa melakukannya.
Bahasa kerennya sih “You can if you think you can”.
Beberapa waktu lalu, saya dapat pelajaran tentang hukum pikiran ini.
Ternyata, saat kita berpikir negatif atau berprasangka buruk pada seseorang, maka pikiran tersebut secara tidak sadar akan mempengaruhi sikap dan perilaku kita. Akhirnya, kita tanpa sadar jadi menjaga jarak dan menciptakan sekat dengan orang tersebut. Sehingga yang tadinya fine-fine aja, malah terjebak dalam situasi yang kurang nyaman.
Padahal, bisa saja, pikiran negatif itu muncul dari pengamatan yang cukup singkat, artinya kita belum kenal siapa dia sebenarnya, dan nggak ngerti apa-apa tentang dia. Tapi karena keburu menyimpulkan dari hal yang sekilas tadi, akhirnya malah merenggangkan hubungan bahkan sebelum hubungan itu terjalin.
Sayang sekali bukan. Padahal seharusnya, jika kita mau untuk sedikit berpikir positif, bukan tidak mungkin, dia bisa menjadi orang yang dekat dengan kita atau bahkan sahabat kita. Yah, paling nggak, sodara kita akan bertambah satu lagi.
So, nggak ada ruginya untuk membiasakan selalu berpikir positif. Lagipula, keseringan berpikir negatif, bakalan bikin kita susah sendiri, udah makan ati, lama-lama bisa stress.
Satu lagi, salah satu rahasia untuk bisa menikmati hidup adalah selalu tersenyum dan berpikir positif dalam setiap kondisi.
Selamat menikmati warna warni hidup !!!
^_^

Kalender

Akhir-akhir ini, tiba-tiba saja kalender menjadi begitu menarik perhatian. Rasanya tak bosan untuk membolak-balik lembar demi lembarnya sambil mengitung banyaknya angka merah yang tercantum di dalamnya. Pengennya sih angka merah itu menjadi semakin dan semakin bertambah banyak, he … karna itu artinya it’s time to go home ^_^
Tapi … mbok dibolak-balik sampe capek, dihitung sampe linglungpun tetep aja jumlahnya sama. Hfff, yah … tak apalah, dinikmati aja, itung-itung latihan untuk mandiri, lebih bijak dan lebih dewasa. Smangattt !!!
Anyway, sebentar lagi ada libur panjang tuh 4 hari. Alhamdulillah ….
My Sweet home … I’m coming … ^_^

Nulis lagi ^_^

Alhamdulillah ... ternyata Allah masih mengizinkan untuk tetap menulis, meski dalam suasana, ruang dan waktu yang berbeda. Semoga ada hikamh dari tulisan-tulisan kecil ini. Aamiin

Saturday, February 16, 2008

Posting terakhir (???)

Sebelum waktumu terasa memburu
sebelum lelahmu menutup mata
Luangkanlah sejenak detik dalam hidupmu
Berikanlah rindumu pada denting waktu

"Sejenak" by ... (pasti dah tahu semua deh)

Nggak terasa, blog ini sudah menemani saya selama kurang lebih 4 tahun. Hfffh nggak nyangka bisa bertahan sampai sejauh ini. Setidaknya ini bisa jadi arsip buat saya, tentang perjalanan rasa dan fikir saya selama 4 tahun ini. Sapa tahu besok bisa jadi bahan untuk membuat buku(huehehe, Miimpi !!!). Tak masalah, semua kan berawal dari sebuah mimpi. Kalau kata ustadz hasan, mimpi hari ini adalah kenyataan esok hari, betul ?!
kalo nggak, ya jadi arsip pribadi saja lah, buat bacaan anak cucu nanti.
Ini lho ibu dan nenek sewaktu mudah dulu (Halah, ngayal lagi). Eh nggak ngayal, beneran. Sapa tahu mereka jadi terinspirasi atau yah mengambil hikmah gitu dari tulisan-tulisan yang pernah kubuat.
Anyway, terima kasih buat yang sudah pernah singgah di dua blog erni ini. Semoga ada menfaat yang bisa diambil dari corat-coret ini. Maaf jika ada tulisan yang tidak berkenan atau ada tulisan-tulisan "nggak penting" yang lolos dari sortiran.
Setiap awal pasti ada akhir. Begitulah sunnatullah.
Pengennya sih tetep bisa nulis sampe tiba saat nggak bisa nulis lagi. Tapi semua tergantung dari situasi dan kondisi yang akan dihadapi nanti.
Apakah ini posting terakhir ?
Wallahu a'lam.
Tapi nggak ada salahnya dari sekarang, saya menghaturkan maaf dan terima kasih kepada mereka yang telah sudi mengunjungi persinggahan dan dunia_kecilku ^_^.
Semoga Allah masih berkenan mengizinkan saya untuk tetap menulis.
Mohon doa dari semua, tak lama lagi saya akan memasuki dunia baru yang belum pernah saya tapaki.
Semoa Allah mengkaruniakan keistiqomahan pada kita semua.
Aamin

Saturday, February 09, 2008

Lagi sensi

Akhir-akhir ini entah kenapa jadi begitu emosional. Terlalu reaksioner untuk hal-hal yang sebenarnya nggak terlalu perlu ditanggapi. Canda pun terdengar seperti cela. Amarah diumbar dimana-mana. Pokoke uring-uringan terus. Entah sudah makan berapa korban.
Sampe-sampe kepikir, aku tuh kenapa ya ? kok marah-marah terus. Memang sih, kalo udah marah jadi plong, tapi bener nggak sih marahku ini. Rasanya jadi capek sendiri.
Ga berapa lama, terjawab sudah apa yang menjadi tanya selama ini.
Ternyata bener juga riset yang menyatakan bahwa bagi wanita ada masa-masa tertentu yang menjadikannya sangat sensitif. Ibaratnya, disenggol aja bisa langsung marah, nangis, ngambek atau lainnya.
Dulu juga pernah, tiba-tiba aja nangis yang bener-bener nangis gitu karena hal yang sepele. Mana nangisnya didepan orang lagi, padahal kan waktu itu gengsi banget nangis depan orang. Kalo inget itu kadang agak nyesel juga, ngapain pake nangis segala. Tapi ya semua tuh spontan dan natural gitu, nggak dibuat-buat. Emang sudah fitrah dan sunnatullah kali ya ...
Kalo dan normal gini, jadi merasa bersalah dengan mereka yang tlah menjadi korban emosi ku di saat-saat sensitif itu.
Bisa nggak ya Allah kasih keringanan. Jadi jika di saat-saat sensitif itu seorang wanita mengeluarkan emosi sehingga menyakiti orang lain, nggak dicatat sebagai dosa. (Yee maunya). Kan emang sedang udzur. Eh, termasuk udzur nggak sih ???
Anyway, mohon maaf deh jika ada yang nggak sengaja jadi korban emosi saya. Mohon dimaafkan dan dimaklumi ya ...

Nyasar (Dari LSF ke Sandaran Hati )

Saya ingat teman saya pernah berkata, bahwa sebuah karya ketika sudah di publish, maka ia tlah menjadi milik publik dan bukan lagi menjadi milik pembuatnya. Artinya setiap orang yang melihat hasil karya itu bebas menafsirkan apa yang tersurat sesuai dengan interpretasi masing-masing. Misalnya saja karya semacam cerpen, puisi, syair, lukisan, patung, film, sinetron dan karya-karya yang bersifat ambigu dan multiinterpretatif lainnya.
Penyampaian nilai dan pesan lewat karya-karya tersebut memang lebih enak dinikmati dan tidak terkesan menggurui. Tapi kelemahannya adalah, terkadang pesan dan nilai yang ingin disampaikan menjadi tidak tepat sasaran. Sebenarnya ingin bilang A, tapi yang berhasil ditangkap adalah B, C bahkan Z. Nah lo, jauh banget kan. Selain itu sebagian besar orang lebih banyak melihat apa yang tersurat daripada apa yang tersirat.
Itulah kenapa Indonesia masih membutuhkan LSF.
Meskipun pokok masalahnya bukan pada film atau LSFnya, tapi pada "kedewasaan" (nggak sekedar baligh tapi juga mumayiz) dan "kesadaran bahwa saya sudah dewasa" dari individu individu yang mendiami negeri Indonesia tercinta ini, baik yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi, dalam kasus ini adalah film.
Kalau kata temen saya yang Anak sospol, sebenarnya kontrol yang paling efektif adalah kontrol sosial. Artinya masyarakat sendirilah yang kemudian bergerak menyuarakan ketidaknyamanan yang dirasakan, ketika memang ada hal yang dirasa meresahkan dalam kehidupan bermasyarakatnya. Dan untuk itu dibutuhkan "kedewasaan" dan "kesadaran" itu tadi.
Terlepas efektif atau tidaknya peran LSF selama ini, lembaga ini masih tetap dibutuhkan. Karena ternyata untuk memotong atau menyensor adegan dalam suatu film, tidak semua orang bisa melakukan. Diperlukan sebuah lembaga resmi sebagai pihak yang berwenang dalam menyeleksi berbagai produksi film yang kini tengah marak. Disinilah LSF mengambil peran. Tinggal bagaimana menjadikan lembaga ini bisa lebih "bertaring" lagi dalam menjalankan fungsi dan perannya.
Masalah moral memang persoalan kita bersama. Setiap kita, mempunyai tanggungjawab terhadap masalah ini. Sebagai pribadi, ada kewajiban tuk membangun "kesadaran" pada diri sekaligus menjaga agar "kesadaran" dan "kedewasaan" itu tetap ada pada kita. Sebagai bagian dari masyarakat ada tanggungjawab untuk menumbahkan "kesadaran" dan "kedewasaan" dalam diri individu-individu di sekitar kita. Sebagai sebuah lembaga sensor, ada tanggungjawab untuk menjaga agar tayangan-tayangan yang tak layak tayang, tak beredar luas di masyarakat. Sebagai insan seni, ada tanggungjawab untuk membuat karya yang mendidik, mencerdaskan dan tidak mengganggu stabilitas akhlak generasi muda dan masyarakat Indonesia.
Seandainya dalam diri semua kita tlah tumbuh "kedewasaan", maka tentunya setiap kita akan menjalankan peran dengan penuh "kesadaran" serta memposisikan diri sebagai bagian dari solusi, bukan menjadi bagian dari masalah.

Begitulah ... Membaca tulisan ini memang membingungkan. Tambal sulam dan menyambungkan yang tidak nyambung. Yah ... itulah erni, hehe ...aneh.
Sebagai penutup tulisan yang kacau ini, saya ingin menulis syair Sandaran Hati-nya Letto. Ini juga termasuk karya yang multiinterpretatif. Dari berita yang saya dengar, lirik ini ditulis saat seorang makhluk tengah rindu dengan Khaliknya. Tapi setelah dilaunching, mu dan kau pada lagu inipun ditafsirkan berbeda-beda oleh orang yang berbeda-beda pula. Tapi kalau menurut saya pribadi, Mu dan Kau di lirik ini memang paling pas dan paling sesuai ditujukan untuk Allah.

Yakinkah ku berdiri
Di hampa tanpa tepi
Boehkah aku mendengarMu

Terkubur dalam emosi
Tanpa bisa bersembunyi
Aku dan nafasku ... MerindukanMu

Terpurukku disini
Teraniaya sepi
Dan kutahu pasti Kau menemani
Dalam hidupku
Kesendirianku

Teringat ku teringat
Pada janjiMu kuterikat
Hanya sekejap kuberdiri
Kulakukan sepenuh hati
Peduli ku peduli
Siang dan malam yang berganti
Sedihku ini tak ada arti
jika Kaulah sandaran hati
Kaulah sandaran hati

Inikah yang Kau mau
Benarkah ini jalanMu
Hanyalah Engkau yang kutuju

Pegang erat tanganku
Bimbing langkah kakiku
Aku hilang arah tanpa hadirMu
Dalam gelapnya malam hariku

Married and Love

Pernikahan adalah wujud dari kesungguhan cinta, begitu pendapat sebagian orang.
Saya jadi ingat sesuatu.
Suatu kali dalam sebuah kuliah, kami ditanya oleh Pak guru.
"Tolong tuliskan di papan tulis, apa yang ada dalam benak kalian, ketika saya mengatakan, 'Pernikahan'."
Lalu satu persatu dari kamipun maju. Tak terkecuali saya.
Dengan Pe Denya saya menggambar sebentuk hati beserta sebuah kata yang membuat seisi ruang kelas serentak berseru "iiihhiiiiiiii".
Sepatah kata itu adalah 'cinta'. Langsung deh kelas jadi heboh. Aku mung mesam-mesem tanpa rasa bersalah.
Memangnya ada yang salah ?
Perasaan biasa wae. Lagian emang kata itu yang terlintas dalam benak saya saat guru mengucap pernikahan. Nggak tahu, spontan aja gitu.
Tapi sebenarnya kata itu masih ada komanya, belum titik.
Karena cinta yang saya maksud bukanlah cinta dalam arti sempit seperti yang banyak dipersepsikan orang, tetapi cinta dalam arti luas dan bersifat universal.
Nalarnya gini.
Saat awal memutuskan untuk menggenapkan separuh din, maka disana ada cinta. Cinta pada Allah yang telah mensyariatkan menikah dalam tuntunanNya.
Cinta pada syariat Allah, yang dengannya kita berusaha menjalaninya dengan keridhaan dan keikhlasan
Cinta pada Rasulullah dan ittiba' terhadap sunnah-sunnahnya
Cinta pada diri, sehingga tidak ingin berlaku dzolim terhadapnya.

Saat menjalani pernikahan dan disepanjang perjalanannya, disanapun ada cinta.
Cinta kepada pasangan jiwa dan buah hati beserta segala yang ada padanya
Cinta atas peran dan amanah baru sebagai istri, ibu dan bagian dari masyarakat.
Cinta untuk saling menguatkan dalam menjalani proses menjadi muslim yang kaffah menuju rahmatan lil 'alamin
Cinta untuk saling berazzam dalam keistiqomahan dan fastabiqul khoirot
Cinta yang menjadi energi tuk selalu bersama dan tak kenal lelah menggapai cahaya cinta Nya yang hakiki dan abadi.

Hingga di pelabuhan akhirnya ...
pernikahan kan mampu menjadi jalan bagi cinta tuk mencapai keabadiannya.
Semoga ...

So, apakah pernikahan memang wujud dari kesungguhan cinta ???
Wallahu a'lam

Love and married

Ada yang bilang, cinta adalah syarat awal dari sebuah pernikahan. Dengan kata lain, dua orang itu harus saling mencintai dulu sebelum menikah.
Benarkah ???
Tapi kenapa, ada banyak pernikahan yang awalnya tanpa cinta, bisa tetep langgeng sampe sekarang. Dan sebaliknya, ada pernikahan yang diawali dengan cinta, tapi akhirnya kandas di tengah jalan dan berakhir dengan saling menyakiti.
Ternyata, cinta yang hanya sekedar cinta, tak cukup mampu menggiring bahtera rumah tangga tuk berlabuh dengan selamat di pelabuhan akhir.
Lalu, adakah yang salah dengan pernikahan yang diawali dengan cinta ?
Menurut saya sih, tidak ada. Selama yakin bisa menjaga diri dan hati, menghindari terjadinya fitnah, serta melalui proses yang bersih dan sesuai dengan syariatNya. Hanya yang menjadi masalah adalah sejauh mana keyakinan itu bisa dipertanggungjawabkan. Faktanya, tanpa embel-embel cintapun belum tentu selamat dari yang namanya fitnah.
Bagaimana dengan menikah sebelum adanya cinta ?
Itupun bukanlah suatu hal yang tak mungkin. Toh cinta tidak termasuk dalam rukun nikah (ngasal !!!). Bukan berarti bahwa cinta itu nggak penting. Sepanjang perjalanannya, pernikahan akan selalu membutuhkan cinta. Karena itu, setiap pasangan harus senantiasa memperbarui cinta mereka agar tak pupus oleh waktu. (ampuuun, sotoy banget deh nih anak). Yo ben. Secara teori sih emang begitu.
Hanya saja, rasanya tak cukup bijak untuk menjadikan cinta dengan kenisbiannya sebagai satu-satunya dasar pijakan atau patokan untuk memutuskan "Ya, saya bersedia menikah dengan Anda" atau "Maaf, saya belum bisa menerima Anda".
Pada akhirnya, menikah diawali dengan atau tanpa cinta, semua adalah tentang sebuah pilihan. Yang perlu diperhatikan, bahwa pilihan yang diambil hendaknya didasarkan pada kefahaman, keridhaan dan tanpa keterpaksaan.
WaLLahu A'lam


: yang ingin, akan dan tengah menuju penggenapan separuh din
BismiLLahi tawakkaltu 'aLaLLahi
Semoga Allah memudahkan. Aamiin.
Jo lali undangane ^_^