Mimpiku ...

Menjadi apa adanya diriku ... Memberi yang terbaik dan terindah Tuk mereka yang tercinta

Friday, April 11, 2008

Hati seorang Ayah

Aku tersenyum saat wajah yang mulai keriput itu terlihat kagum pada angkutan yang baru sekali ini dinaikinya. Pada pramudinya yang rapi jali memakai peci (kadang bertopi), berjas dan berdasi. Pada penjaganya yang nampak gagah berseragam, pada bening suara mesin operator otomatis yang selalu bergema di setiap perhentian.
Aku ingat sekali, ia, pemilik wajah itu, hari ini telah melakukan banyak hal untukku.
Mulai dari membangunkanku di pagi buta, bolak-balik meninjauku untuk sekedar memastikan bahwa aku telah bersiap-siap, menyiapkan sepatuku (hingga saat akan berangkat, sepasang sepatu telah menyambutku di depan pintu), mengantarkanku sampai tujuan, menungguiku dari pagi hingga petang, membantuku mengemasi dan merapikan barang-barang, berjaga penuh di belakangku selama perjalanan, hingga menawarkan semangkok bakso sebagai penawar lelah.
Terkesan manja dan kekanakan ???
Akupun merasa begitu. Tidak nyaman rasanya diperlakukan seperti anak kecil. Ingin sekali kuberkata ”Bapak, saya sudah besar, sudah bisa melakukan semuanya sendiri”.
Tapi aku tak tega mengatakannya. Kupikir kalimat itu hanya kan membuatnya kecewa dan merasa tidak dibutuhkan. Karena itu, sepanjang hari itu, aku berusaha sekuat tenaga menahan ego diriku yang berteriak-teriak minta diakui kedewasaannya.
Sisi hatiku mencoba menenangkan,
”Untuk kali ini, mengalahlah. Mungkin kau memang bisa melakukan semua hal itu sendiri. Bapakpun tahu itu, tapi beliau tetap melakukannya untukmu. Bukan karena menganggapmu tidak bisa, sama sekali bukan. Tapi lebih kepada panggilan hati seorang ayah yang ingin sekali berbuat sesuatu untuk anaknya. Kaupun harus tahu, bahwa apa yang beliau lakukan untukmu, sekecil apapun itu, adalah hal terbaik yang diberikan seorang ayah kepada anaknya. Kau boleh merasa diri telah dewasa, tapi bagi orang tua, anak tetaplah kanak-kanak. Jadi, pahamilah ...”
Hatiku berceramah panjang lebar.
Akupun mengalah. Untuk hari itu, tak masalah dianggap anak kecil, jika itu memang berarti bagi Bapak.
Dan hari itu, aku belajar, bahwa bagi Bapak, mungkin aku tak pernah menjadi besar. Aku tetaplah putri kecilnya seperti 23 tahun lalu saat aku dilahirkan. Putri kecil yang dulu ditimang dan dininabobo’kannya. Putri kecil yang ingin selalu dijaga dan dilindunginya.

Luv u Dad T_T

No comments: