Mimpiku ...

Menjadi apa adanya diriku ... Memberi yang terbaik dan terindah Tuk mereka yang tercinta

Thursday, January 03, 2013

28 hari mencari Cinta

"capek bundaaa ... Aufa capeeekk ..."
Suaranya terdengar lemah, hampir merintih.
Aku terdiam menahan rintik di mataku yang hampir jatuh, sementara hatiku sudah hujan sejak jauh-jauh hari.
Kupeluk tubuhnya erat, menyangga badannya yang meronta menahan sakit.
"Iya mas, sabar ya ... Allah sayang sama Aufa ... Sayang sekali".
Hanya itu yang bisa kukatakan.
Aku tak tahu lagi harus bagaimana untuk meringankan sakit yang dirasakannya.
Sudah 3 hari ini, rasa sakit itu dirasakannya. Sakit di ulu hati yang setiap 15 menit menderanya, dengan intensitas rasa sakit yang semakin tinggi. Bahkan saat terlelappun ia akan terbangun, berdiri, duduk, jongkok, sujud sampai tengkurap sekedar untuk mengurangi rasa sakit. Tentu dengan tangis dan teriakannya yang begitu mengiris hati.
Allah ... entah apa yang tengah Kau rencanakan untuk Aufa, untuk Kami. Tapi hamba yakin, saat ini Engkau tengah memperhatikan kami. Sayangi Aufa ya Allah ..., sayangi Aufa...
Hari itu, hari kedua di rumah sakit. Sementara, penyebab sakit perut yang diderita anakku masih belum diketahui.
 
Seminggu sebelum dirawat.
Seneng banget saat dijemput ayah
di sekolahnya, setelah ditinggal
pelatihan 3 hari di Bogor
 Awalnya, Rabu, 3 oktober 2012, sepulang sekolah (Tempat Penitipan Anak) tiba-tiba Aufa kesakitan memegang perutnya
"sakit bunda, peyutnya sakit..."
Kupikir, itu hanyalah sakit perut biasa. Sudah kucoba memberikan pertolongan pertama dengan memberi parutan bawang merah dicampur minyak telon, dan dibalur disekujur badan tapi tetap saja, lima belas menit kemudian terasa sakit lagi, dan itu terus berlangsung bahkan saat ia tidur.
Saat pagi harinya sakitnya tak jua reda, kami bawa Aufa ke dokter umum. Oleh dokter didiagnosa asam lambung tinggi dan diberi obat mag. Tapi sampai sore hari, meski sudah meminum obat dari dokter, sakitnya tak kunjung reda. Malam harinya dibawa lagi ke dokter anak. Masih belum ketahuan penyebab sakitnya. Di tes urine, khawatir ada infeksi saluran kemih, ternyata hasilnya negatif. Lagi-lagi diberi obat mag dan penahan rasa sakit dan direkomendasikan untuk periksa ke dokter anak sub spesialis gastro.
Obat dari dokter anak inipun tak membawa hasil. Sudah dua malam ini tidur Aufa tak nyenyak sama sekali, karena rasa sakit yang sepertinya semakin sakit. Bingung, tak tahu lagi harus bagaimana untuk meringankan sakitnya.
Allah ... Allah ... Saya hanya bisa nyebut dalam hati sambil memeluk tubuh kecilnya tiap kali rasa sakit itu menyerang, berharap sakit itu tak lagi dirasakannya.
Esoknya, hari Jum'at 5 Oktober 2012, kami coba browsing di internet tentang rumah sakit di sekitar rumah kontrakan saya yang ada dokter anak sub spesialis gastro yang jaga pagi itu juga. Saya telpon satu-satu, mulai dari RSCM, Thamrin, RSI Cempaka Putih, Hermina Jatinegara, Klinik Fiducia di Otista (yang ternyata sekarang sudah jadi hotel), sampe MMC Kuningan. Dan Subhanallah, hari itu tidak ada satupun dokter anak sub spesialis gastro yang jaga. Allah ... tambah bingung. Sementara saya sudah tidak tega lagi melihat Aufa yang begitu kesakitan.

Pegangannya kenceng banget
"Aufa kangen Ayah..."

Atas rekomendasi dari tetangga sebelah rumah, dibawalah Aufa periksa ke St. Carolus. Katanya disana fasilitasnya lengkap. Kebetulan tetangga saya tadi juga bekerja di RS St. Carolus tersebut. Jadi dia yang mengurus pendaftarannya dan kami tinggal datang kesana.
Saat diperiksa, lagi-lagi dokternya belum bisa menemukan penyebabnya.
"Kemungkinan karena banyaknya faces dalam perut bu. Jadi kita keluarkan dulu facesnya, kalau masih sakit juga kita USG ya. Tapi ini harus di rawat inap supaya bisa diobservasi", begitu penjelasan dr. J. Edwin, dokter anak yang merawat Aufa.
Saya dan suami hanya bisa pasrah jika memang harus di opname. Apapun akan kami lakukan selama Aufa bisa sehat kembali.
Jadilah hari itu Jum'at, 5 Oktober 2012 Aufa Abdurrahman di rawat di rumah sakit.
Awal dari perjalanan dan perjuangan panjang yang tak pernah terlintas sedikitpun di benak kami .... Dan rasa sakit itu, ternyata belum seberapa jika dibandingkan dengan rasa sakit yang nantinya akan dirasakannya ...

Wednesday, August 08, 2012

Bunda dan aufa

Auf : Allah itu siapa bunda ???

Bunda : Allah itu Tuhan yang menciptakan langit, bintang, mas aufa, bunda, semuanya
diciptakan oleh Allah.

Auf : Allah itu dimana ?

Bunda : di atas sana, di 'arsy, di atas langit ketujuh. langit yang ada bintangnya itu langit pertama, diatasnya ada langit kedua, langit ketiga begitu seterusnya sampai langit yang ketujuh. di atas langit ketujuh itu tempatnya Allah. tapi Allah tetap bisa melihat mas aufa

Auf : Aku mau liat, bunda

Bunda : nanti kalo sudah masuk surga. kalo mas aufa jadi anak soleh, anak baik, nanti masuk surga, trus bisa lihat Allah deh. di surga nanti, mas aufa mo minta appaaaa ajaa boleh. Mas aufa mau minta apa ??

Aufa : Mobil

Bunda : Boleh ...

Aufa : Aku tak ke surga dulu ya bunda...

Bunda : Lho ??? (bingung jawabnya). Ya belum bisa mas

Aufa : Bissaa ... Kan cuma puya-puyaan ...

hfff... kadang perlu memutar otak untuk menjawab pertanyaan anak yang seringkali tidak kita sangka. tapi ya itulah tugas orangtua, untuk mencari jawaban yang pas dan bisa dimengerti oleh anak. Yah, sepertinya saya masih harus banyak belajar lagi

Tuesday, August 23, 2011

Save Our Earth

Untuk urusan ngomong, semua orang mungkin bisa, tapi giliran mengamalkan tak semua orang bisa dan mau.
Saya cukup salut dengan dua orang temen saya yang bener-bener care terhadap lingkungan. Ga Cuma berkoar-koar pake slogan Stop Global Warming, tapi mereka tlah melakukan aksi nyata untuk pelestarian lingkungan., meski dengan hal-hal kecil.
Temen saya yang pertama, dia tahu bahwa motor yang melaju diatas 60km/jam, akan mengeluarkan emisi yang berbahaya bagi lingkunga, karena itu ia tak pernah melajukan motor lebih dari 60 km/jam meski berkendara di pagi hari lewat ringroad utara pula (bayangin, masih sepi banget tuh, hampir ga ada orang. Kok ya bisa ya. Kalo aku dah ga sabar, he ...).
Dari temen saya itu juga saya jadi tahu bahwa limbah plastik itu sampai ratusan tahun tidak bisa terurai. Sementara kalo mo dibakar asapnya 3 kali lebih berbahaya dari asap rokok !!! Wow ... ck ck ck, ternyata bahaya juga ya plastik itu.
Temen saya yang kedua, dia care banget sama yang namanya hemat energi. Di lingkungan kantor nih ya, tiap ada lampu yang menéala padahal kondisinya terang benderang, langsung dia beraksi Klik ! Energi yang mubadzir itupun bisa di Stop. Trus kita yang temen-temennya ini kalo mo belanja disuruh bawa plastik sendiri !!! katanya biar tidak terlalu banyak plastik yang dikeluarkan. Tapi ya emang bener juga sih. Kalo mengingat bahayanya limbah plastik tadi, kita memang perlu untuk menghemat penggunaan plastik.
Seringnya bersama mereka, sedikit banyak berpengaruh pada sikap saya. Meski belum bisa meneladani semuanya, paling tidak sekarang kalau lihat lampu yang menyala sia-sia, tangan saya langsung refleks mematikan.
Memang, bumi sudah semakin tua. Alam dan lingkungan sudah semakin rusak. Semua berawal dari kecerobohan dan kebodohan manusia. Dan pada akhirnya, segala akibat akan ditanggung oleh manusia. Tapi manusia pulalah yang bisa mencegah dan merubah semua. Dimulai dari hal kecil, dimulai dari diri sendiri, dan dimulai dari sekarang.
Yah kalo bukan kita, siapa lagi, kalo tidak sekarang, kapan lagi ???!!!

Monday, April 04, 2011

LDR

Mungkin istilah ini sudah sering di dengar.
Ya … Long Distance Relationship alias hubungan jarak jauh. Ternyata menjalani hubungan jarak jauh ini susah-susah gampang. Kalo dipikir-pikir kayaknya bisa lah, tapi setelah dijalani ????
Teman saya pernah cerita. Dulu awal sebelum menikah, ia berpikir akan mudah menjalani hubungan jarak jauh ini, mengingat dia dan suaminya terpisah oleh pulau yang nggak mesti sebulan sekali bisa ketemu. Ternyata setelah dijalani ya kerasa berat juga. Karena nggak gampangnya ini, salah seorang teman menyarankan kepada teman lain untuk berpikir masak-masak sebelum menjalani LDR. Beberapa teman kantor pun mendeklarasikan diri untuk enggan menjalani LDR ini. “Paling nggak setiap hari tuh ketemu gitu”, begitu katanya. Yang lain menimpali “Yang jelas aku nggak mau yang part time”, hehe, emangnya kerja apa ya ??
Teman saya dulu sering ngasih pandangan dan sharing pengalamannya menjalani LDR ini. Sayapun sedikit banyak belajar darinya. Tapi akhirnya, saya harus menjalani juga proses LDR ini, meski untuk sementara.
Kesannya ???
Luarrr Biasa …. Rame banget rasanya, kayak Nano-nano. Ada manisnya, asemnya, asinnya juga pahitnya. Jadi inget dag dig dugnya saat menjelang bertemu (ehm…) sedihnya saat pagi subuh harus nganter pulang ke stasiun, kangennya saat lama ga ketemu. Lebih-lebih saat Aufa mulai hadir. Keadaan fisik yang semakin payah, karena harus “nggendong” Aufa kemana-mana,membuat suasana hati jadi lebih sensi. Dikit-dikit marah, dikit-dikit ngambek, dikit-dikit nangis. yah pokokya seru deh.
Kalo lagi “nyadar” ngejalaninnya enjoy aja. Yah memang ini yang harus kami jalani. Lagian kan untuk sementara. Insya Allah bisa. Suami juga sering-sering ngingetin untuk banyak-banyak bersyukur, mengingat banyak pasangan lain yang kondisinya jauh lebih berat dari yang kami alami. Tapi kalo lagi ngedown, ugh rasanya pengen nangiiiss. Ngerasa sepi, ngerasa sendiri. Sempet ada yang nanya ke saya, “mbak kok berani banget. Nggak takut ya mbak. Nggak kesepian ya . Trus kalo lagi sendiri gitu ngapain mbak ???” (wajar kalo tetangga bilang begitu, secara di kontrakan kami memang sengaja tidak diberikan tempat untuk TV mengingat fungsi kebermanfaatannya masih kami ragukan). Saya jawab aja pake senyum, he ... . Pernah juga waktu habis beli sate sendirian malem-malem, tetangga nyapa, “dari mana mbak ?”, “beli sate”, jawab saya. “Aduuhh kasihan, dulu waktu saya hamil, mau apa-apa tinggal makan mbak. Suami saya yang saya suruh belikan. Jadi kitanya enak”. Lagi-lagi saya tersenyum. Getir. Pasalnya gara-gara pernyataan selintas tadi, saya yang tadinya merasa enjoy, kuat, tangguh dan tidak ada masalah dengan LDR ini, tiba-tiba jadi merasa menjadi orang paling menderita. Kasihan banget ya diriku ... Huhuhu, sedih banget deh. Tapi kemudian semua kesedihan saya dapat ditawarkan oleh suara suami saya di seberang telepon yang mencoba meyakinkan saya, bahwa insya Allah semua ini akan menjadikan anak kami nantinya, menjadi pribadi yang kuat, kokoh dan tangguh, Aamiin.
Ya .. telepon. Mungkin saya harus berterima kasih banyak terhadap benda satu ini. Karena berkat telepon, saya jadi ga terlalu kesepian Gimana enggak, bangun tidur habis sholat subuh sampe tiba di kantor, telepon. Siang waktu Istirahat, telpon bentar. Kadang pas kerja pun sambil telepon, he… Temen-temen sih dah pada maklum, penganten baru gitu. Habis itu, dari jam 8 malam sampe menjelang tidur, bahkan sampe saya ketiduran pun masih telepon. Total bisa 7-8 jam sehari. Emang ngobrol apa aja sih ? tanya teman saya. Ya apa aja. Ada saja yang dibicarain. Sampe ga kerasa dah berjam-jam. Jadi ya ngerasa ga sendiri gitu. Makanya tiap ada promo telepon murah langsung ganti kartu. Sampe di complain sama temen-temen, “kamu itu nomornya yang mana sih ??”, habisnya hampir semua operator saya punya kartunya, hehehe…
sahabat sesama LDR-ers (maksa banget sih) pernah ngasih tahu, salah satu cara mengatasi kangen adalah dengan justru mengurangi intensitas interaksi. Mmm apa iya ya ??? Saya lalu tergelitik untuk mencoba. Waktu saya usulkan ke suami, beliau dengan bijaknya (ehm..) menjawab, “ya setiap orang punya cara sendiri-sendiri, kalo saya pribadi cenderung lebih tenang jika interaksi itu terjalin secara intens. Paling nggak Mas jadi bisa tahu kondisi ade’ disana baik-baik saja, Mas juga bisa bercerita tentang aktivitas Mas disini, jadi ade’ bisa tahu apa saja yang Mas lakukan disni. Dengan begitu harapannya ade’ bisa percaya dan tidak berprasangka dengan Mas”. Setelah dipikir-pikir betul juga ya. Memang godaan terberat orang yang menjalani LDR adalah munculnya prasangka. Makanya salah satu cara mengatasinya adalah dengan mengintenskan interaksi dan komunikasi. Wong kadang, komunikasi sudah intens saja masih bisa muncul prasangka. Lagipula saya juga ga bakalan tahan kalo ga ditelpon sehari saja, hehe.
Jadi, bagi yang tengah atau akan menjalani LDR, tips dari kami adalah (cie… cie… yang merasa sudah berpengalaman),ya sebenarnya ga juga sih, hanya ingin berbagi pengalaman, gitu. Ini nih tipsnya … Jreng….
1. Jalin komunikasi
Memang benar, dalam sebuah hubungan atau relasi, komunikasi memegang peranan penting bagi kelangsungan hubungan tersebut. Kita pastinya tahu, pria dan wanita mempunyai perbedaan yang banyak dalam berbagai hal. Karena itu untuk menyelaraskan perbedaan tersebut diperlukan komunikasi. Setiap kita punya pola komunikasinya masing-masing. Dan itu unik. Sebuah pola komunikasi yang berhasil diterapkan pada satu pasangan, belum tentu berhasil bila diterapkan pada pasangan lain. Semua tergantung dari pribadi masing-masing. Jadi, coba temukan pola komunikasi yang sesuai dengan pribadi kita dan kita bisa nyaman dalam menjalaninya.
2. Kepercayaan dan Positive Thinking
Ini juga penting nih. Tanpa ini, kita bakalan tersiska eh tersiksa oleh prasangka kita sendiri. Kalo ada yang menjadi ganjalan di hati, mending langsung komunikasikan saja. Biar plong, biar lega. Kalo perlu nangis sekalian. Jadi semuanya jelas, nggak lagi bergulat dengan prasangka yang belum tentu kebenarannya.
Memang berat menjaga kepercayaan pada masa seperti ini. Terlebih, ini Jakarta gitu loh, semuanya ada disini. Mau yang model kayak apa juga ada. Istilah temen saya “Kucing kalo dikasih ikan didepannya setiap hari, gimana coba Er”. Saya tertawa aja mendengarnya “memangnya suami kita kucing”.
Pada akhirnya ya Pasrah Lillahi ta’ala. Toh suami kita bukan milik kita sepenuhnya. Tapi ia adalah milik Allah. Jadi saat suami melangkah meninggalkan rumah, iringi langkah suami kita dengan doa. Semoga segala urusannya dilancarkan dan dimudahkan, semoga kerja dan apa yang dihasilkannya barakah, dan semoga tetap dalam penjagaan Allah. Aamiiin
3. Selalu melihat ke atas
Saat kita mulai berat menjalaninya, berkacalah pada mereka yang kondisinya lebih berat dari yang kita alami. Itu akan menjadikan kita merasa bahwa apa yang kita jalani saat ini masih belum seberapa bila dibandingkan dengan pasangan lain dan bahwa kita tetap harus bersyukur terhadap apa yang telah Allah karuniakan pada kita. Dengan begitu kita bisa jadi lebih ringan dalam menjalaninya.
4. Mmmm apa lagi ya ... Mungkin itu aja kali yah ... Selebihnya yah bisa coba dirasakan sendiri deh ...
Begitulah ....
Alhamdulillah, sekarang dah ga LDR lagi. Bisa melewati semua itu merupakan kebanggaan tersendiri bagi saya. Alhamdulillah ... ternyata saya bisa !!!
Jadi, Long Distance Relationship ????
Mmmm, nggak lagi deh ... makasih ..., hehe ...

040411
:Kom yang segera akan LDR
Bismillah ... Laa haula wa laa Quwwata Illa Billah ...

Pelajaran Ilmu Ikhlas ...

Ikhlas, memang sebuah kata yang implementasinya tak semudah pengucapannya.
Jadi inget, dulu pernah dapat tips salah satu cara untuk melatih diri agar ikhlas.
Jadi begini, ketika kita sedang puasa, kita beli makanan atau minuman yang paling kita ingini saat itu. Lalu saat menjelang berbuka, hidangkanlah makanan or minuman favorit kita tersebut di ruang tengah, ruang TV atau ruang tempat biasa untuk ngumpul di rumah itu.
Nah, saat sudah banyak orang yang ngumpul, dan sudah tiba saatnya berbuka, maka tawarkanlah makanan or minuman itu ke orang-orang yang sedang berkumpul. Biarkan mereka menyantapnya sampai habis. Sementara itu, kita harus berusaha sebisa mungkin untuk tidak memakan atau meminumnya meski sekedar mencicipinya.
Grrrrrhhhhh, kebayang kan rasanya ???
Kalau kita bisa melakukannya tanpa sedikitpun rasa kesel ataupun dongkol di hati, itu artinya kita lulus ujian ilmu ikhlas. Tapi kalo kita masih ada rasa sedih, kesel atau dongkol dalam hati, itu artinya kadar keikhlasan kita masih belum 100%.

Begitulah ...
Pelajaran ilmu ikhlas pula yang menjadi tema pada ramadhan tahun 2008 lalu (bagi saya khususnya).
Berawal dari rasa kesal dan jengkel akan sesuatu yang sebenarnya nggak ada hubungannya secara langsung terhadap diri saya. Dan sebenarnya lagi, saya nggak ada alasan untuk jadi kesal ataupun jengkel. Cuma ya karena saya manusia biasa, yang masih punya rasa, akhirnya jadilah saya kesel dan jengkel yang ga jelas juntrungannya.
Namun rasa jengkel dan kesal itupun mengantarkan saya pada satu kesadaran, bahwa segala sesuatu itu sudah ada takaran dan ukurannya.
Sepertinya selama ini saya terlalu memaksakan diri dan keadaaan agar sesuai dan searah dengan keinginan saya. Padahal dari pertanda-pertanda yang ada, sudah menyiratkan bahwa keinginan saya tersebut tidak sejalan dengan Blue Print yang telah Allah tetapkan bagi hidup saya. Tapi dasar sayanya ngeyel, saya pura-pura tidak tahu, nggak ngeh, terhadap sinyal-sinyal yang telah Allah kirimkan kepada saya tersebut. Ceritanya tuh menipu diri sendiri gitu.
Tapi lama kelamaan, capek juga menipu diri sendiri. Saya mulai merasa jenuh, jengah, lelah dengan segala keinginan saya yang begitu tinggi, dengan semua mimpi saya yang tak lagi membumi.
Dan puncaknya adalah sore itu. Ketika sebuah peristiwa kembali diperlihatkan Allah kepada saya. Kebenaran yang (agak) menyakitkan bagi saya, yang membuat saya kesal dan jengkel tak beralasan, tapi juga mampu menyadarkan saya atas ego saya selama ini. Bahwa semuanya tak seindah yang saya bayangkan.
Hffff .. Sudahlah Nen ... Ikhlaskan ...
Bujuk saya dalam hati.
Dan akhirnya sayapun pasrah.
Bismillah ... kupasrahkah inginku kepadaMu ya Rabb, biar luruh, lebur dalam ketetapanMu ...
Yup !!! saya telah mamutuskan. Maka sayapun harus me-reset cara berpikir dan cara pandang saya mengenai hakikat sebuah keinginan. Saya harus menelaah kembali ingin-ingin saya yang lain, merevisi atau bahkan men-delete keinginan yang tidak efektif, yang tidak sebanding antara energi yang dikeluarkan untuk mewujudkannya ataupun hanya sekedar untuk berharap, dengan peluang akan terwujudnya keinginan itu.
Bukanlah hal mudah untuk beranjak dari mimpi yang telah saya bangun beberapa masa terakhir ini. Tapi dengan keikhlasan, semua jadi terasa lebih ringan. Saya jadi lebih legawa, tidak terbebani dengan ego dan keinginan yang akan selalu menyesaki di sepanjang perjalanan hidup ini.
Saya kembali harus menginsyafi diri, bahwa yah ... tidak semua ingin harus terpenuhi. Tidak semua hal harus kita pahami maksudnya. Ada kalanya kita hanya harus menjalaninya. Karena akal kita begitu terbatas untuk dapat menyelami makna dari ketetapanNya yang begitu Agung.

Kini, jika menengok ke belakang, sungguh, saya akan mendapati dalam perjalanan hidup saya, sebuah skenario indah yang telah Allah goreskan untuk saya. Skenario yang bahkan tidak saya bayangkan sebelumnya. Rentetan peristiwa yang mengalir tanpa rekayasa. Rangkaian kebetulan yang saya yakin bukanlah kebetulan.
Mungkinkah ini buah dari keikhlasan saya tempo hari ?
Wallahu a’lam.

Dan lagi-lagi saya harus mengakui kebenaran akan hal ini, bahwa Allah selalu memberikan apa yang kita BUTUHKAN bukan apa yang kita INGINKAN

Subhanallah .....

Thursday, February 25, 2010

It's all about dMoney

Sikap seseorang dalam menjalani hidup, akan berkaitan erat dengan bagaimana cara ia memandang hidup dan juga sangat bergantung pada tujuan untuk apa dia hidup.
Saat orientasi hidup adalah uang, maka sikap, perilaku bahkan penilaian terhadap orang lainpun akan berujung pada satu kata itu saja, uang. Jadi parameter hidupnya adalah uang. Bahagianya, suksesnya, semangatnya semua dikaitkan dengan banyak sedikitnya uang. Bahkan tak jarang, geraknyapun disetir oleh uang.
Seperti ada istilah yang baru-baru ini saya dengar "ga ada uang ya ga goyang".
Artinya kalau ga ada imbalan uangnya ya ga usah gerak, ga usah kerja, ga usah melakukan apa-apa. Jadi tujuannya bekerja adalah untuk uang. Istilahnya UUD (ujung ujungnya duit)
Hffff, hanya bisa menghela nafas. Sampai sebegitunyakah ??????
Saya kadang mikir, uang dengan jumlah yang sama, saat dimiliki oleh orang yang berbeda penyikapannyapun akan berbeda. Bagi sebagian orang mungkin dah merasa cukup bahkan kerasa lebih, tapi bagi sebagian yang lain masih saja kurang seberapapun yang diterimanya. Ya, semuanya kembali pada pribadi masing-masing. Juga berkaitan dengan pola dan gaya hidup yang dijalaninya. Makanya, atasan saya senantiasa berpesan pada para stafnya "La insyakartum la aziidannakum... "
Memang sih, harus diakui uang memang perlu. Setiap orang yang hidup butuh uang. Tapi menurut saya uang tetap bukanlah segalanya. Bukan sebuah tujuan akhir yang ingin diraih. Dalam apapun itu. Bahkan dalam kerja sekalipun.
Sangat sayang jika semua jerih payah dan kerja keras kita diniatkan hanya semata-mata untuk uang. Ada tujuan lain yang lebih mulia dari sekedar uang. Kalaupun toh dari kerja-kerja kita ada imbalan berupa gaji, ya anggap saja itu sebagai rizki dan bonus dari Allah. Bukankah kewajiban kita sebagai manusia adalah bekerja, selepas itu adalah kewenangan Allah untuk memberi imbalan dan rizki bagi hamba-hambaNya.
Ini memang pure pendapat pribadi saya. Setiap orang pasti punya cara pandang tersendiri tentang uang.
Bagi saya pribadi, ada dua cara pandang tentang uang.
Pertama, anggap saja uang yang ada pada saya adalah uang orang lain yang Allah titipkan pada saya, sehingga karena tidak merasa memiliki, kita jadi enjoy aja dan ga ada beban untuk melepasnya untuk hal-hal yang bermanfaat bagi sesama.
Kedua, uang yang ada pada saya adalah memang rizki yang Allah amanahkan kepada saya. Sehingga harus berhati-hati dalam penggunaannya. Karena sekecil apapun, nantinya pasti akan ada pertanggungjawabannya.
Sekilas kedua cara pandang ini memang bertolak belakang. Jadi ya harus pinter-pinter dalam menempatkannya. Jangan sampai ketuker.Begitu
Yah, akhirnya hanya bisa berdo'a, dalam keadaan bagaimanapun, semoga Allah menjaga dan melindungi saya dan keluarga, menanamkan rasa qanaah dan syukur dalam hati-hati kami, sehingga tidak mudah terpedaya dengan segala godaan yang ada.
Aamiin.

Seraut wajah itu ...

Hari ini sungguh luar biasa. Seraut wajah itu begitu menginspirasi saya, menyalurkan energi dan berjuta rasa yang membuncah dalam dada. Subhanallah ...
Syukur atas karuniaMu yang tak ternilai ini Ya Rabb ...
Haru, bahagia bercampur cemas dan khawatir. Akankah akhirnya seraut wajah itu kan menjelma dalam dekap hangat saya ???

Tak heran, saking bahagianya saya tak bisa menahan diri untuk tidak mengungkapkannya. Padahal biasanya saat bahagia, saya berusaha menyabarkan dan menahan diri untuk tidak terlalu over dalam menyalurkan kebahagiaan saya. Namun kali ini berbeda. Ini sungguh luar biasa sehingga saya tak bisa menyembunyikan bahwa saya bahagia.

Hampir semua orang yang saya temui, saya perkenalkan dengan seraut wajah yang begitu menakjubkan saya itu. Semuapun dapat dengan mudah melihat binar bahagia di raut wajah saya.

Sampai-sampai suami saya komentar, "seneng banget kayaknya".
Saya jadi malu sendiri. Memang iya banget. Tak urung teguran itu menyadarkan saya.

Astaghfirullah...
Yaa Mushawwir, Wahai Dzat yang Maha Membentuk Rupa...
maafkan jika hamba terlalu berlebihan
Sungguh, begitu indah KuasaMu, hingga hamba tak bisa henti untuk mengaguminya



0709
6bln Aufa dlm buai kasih sayang