Mimpiku ...

Menjadi apa adanya diriku ... Memberi yang terbaik dan terindah Tuk mereka yang tercinta

Wednesday, May 28, 2008

Pemimpin itu ...

Mungkin ada benarnya juga pendapat yang mengatakan bahwa cara berpikir seseorang itu bisa berubah setelah menikah. Teman saya yang sudah menikah, mempunyai cara berpikir yang lebih praktis dan realistis dalam menyikapi suatu hal, sedang kami yang masih muda-muda (halah !) maksudnya yang belum menikah, cenderung masih berusaha kukuh dengan idealisme yang kami miliki. Hingga kadang terjadilah pertempuran-pertempuran kecil dalam perjalanan pertemanan kami. Tapi itulah dinamika. Ga seru juga kalo semua mempunyai pendapat yang sama kan ?
Dipikir-pikir, ada enaknya juga berbincang dengan mereka-mereka yang sudah menikah. Paling tidak, jadi mendapat ilmu teentang masalah kerumahtanggaan. Mulai dari bagaimana membina hubungan dengan mertua (umumnya nih, yang menjadi momok bagi menantu adalah mertua. Tanya kenapa ??), membangun komunikasi dengan pasangan dan anak, pola mengasuh anak, dll, yang kesemuanya itu belum tentu bisa didapatkan dari teman-teman yang belum menikah.
Seringkali ceritanya bikin geli dan tersenyum. Tak jarang pula bikin dongkol dan gregetan (padahal yang ngalamin nyante aja). Pernah suatu kali saya sampai bergumam dalam hati, ”Ya Allah, makhlukMu yang bernama ’Laki-laki’ ini kenapa begitu egoisnya ???”
Gara-garanya adalah cerita tentang pembagian peran dan penempatan posisi antara suami istri dalam rumah tangga.
Kita semua tentunya sudah tahu bagaimana Islam mengkonsep kedudukan pria dan wanita.
Ya, dalam Al Qur’an disebutkan, yang intinya bahwa Pak Rizal adalah Qawwam (Pemimpin) bagi Bu Nisa.
Cuma masalahnya adalah bentuk pengejawantahan Qawwam oleh para bapak-bapak Rizal itu bermacam-macam, sesuai dari pemahaman tiap-tiap orang tentang konsep Qawwam itu tadi.
Ada yang mengartikan bahwa Qawwam tu ya segala perkataan Pak Rizal harus dituruti, tanpa boleh ada interupsi, hak bertanya, hak interpelasi maupun klarifikasi (apa sih ?). Baru mo menyela dah dipotong duluan,
”Mo mbantah suami ??? siap-siap aja masuk neraka”.
Gubraxxx, dah skak mat tuh ga bisa apa-apa lagi. Kalo udah kayak gitu, biasanya ujung-ujungnya KDRT. Aduh, jangan sampe deh.
Memang, ketaatan pada suami adalah sebuah keniscayaan bagi istri. Bahkan amalan itu mempunyai poin yang tinggi di sisi Allah. Tapi ya njuk jangan menjadikan itu sebagai dalil dan dasar untuk memaksakan kehendak dan mau menang sendiri, tanpa memberi kesempatan kepada istri untuk menyatakan pendapat ataupun membela diri.
Rasanya akan lebih indah, jika Pak Rizal dan Bu Nisa bisa menjadi sparing partner yang saling mengisi, memotivasi dan bahu membahu dalam ketaatan kepada Allah. Bukankah demikian ???
Mungkin perlu dikaji lagi bagaimana menjadi pemimpin yang baik, yang berhasil dalam memimpin keluarga, juga sukses memimpin masyarakat. Toh kita punya segudang referensi mengenai hal itu. Yang paling shohih tentunya adalah profil junjungan kita, Rasulullah Muhammad SAW. Sehingga daftar KDRT yang sudah cukup panjang, tidak jadi semakin panjang.


By : Pemerhati masalah Keluarga dan Anak (Huex 999x, ngaku-ngaku !!!)
He ..., nggak ding, mung catatan kecil dari orang yang tengah belajar dari hidup dan kehidupan. Itu aja ^_^

No comments: