Mimpiku ...

Menjadi apa adanya diriku ... Memberi yang terbaik dan terindah Tuk mereka yang tercinta

Saturday, February 09, 2008

Nyasar (Dari LSF ke Sandaran Hati )

Saya ingat teman saya pernah berkata, bahwa sebuah karya ketika sudah di publish, maka ia tlah menjadi milik publik dan bukan lagi menjadi milik pembuatnya. Artinya setiap orang yang melihat hasil karya itu bebas menafsirkan apa yang tersurat sesuai dengan interpretasi masing-masing. Misalnya saja karya semacam cerpen, puisi, syair, lukisan, patung, film, sinetron dan karya-karya yang bersifat ambigu dan multiinterpretatif lainnya.
Penyampaian nilai dan pesan lewat karya-karya tersebut memang lebih enak dinikmati dan tidak terkesan menggurui. Tapi kelemahannya adalah, terkadang pesan dan nilai yang ingin disampaikan menjadi tidak tepat sasaran. Sebenarnya ingin bilang A, tapi yang berhasil ditangkap adalah B, C bahkan Z. Nah lo, jauh banget kan. Selain itu sebagian besar orang lebih banyak melihat apa yang tersurat daripada apa yang tersirat.
Itulah kenapa Indonesia masih membutuhkan LSF.
Meskipun pokok masalahnya bukan pada film atau LSFnya, tapi pada "kedewasaan" (nggak sekedar baligh tapi juga mumayiz) dan "kesadaran bahwa saya sudah dewasa" dari individu individu yang mendiami negeri Indonesia tercinta ini, baik yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi, dalam kasus ini adalah film.
Kalau kata temen saya yang Anak sospol, sebenarnya kontrol yang paling efektif adalah kontrol sosial. Artinya masyarakat sendirilah yang kemudian bergerak menyuarakan ketidaknyamanan yang dirasakan, ketika memang ada hal yang dirasa meresahkan dalam kehidupan bermasyarakatnya. Dan untuk itu dibutuhkan "kedewasaan" dan "kesadaran" itu tadi.
Terlepas efektif atau tidaknya peran LSF selama ini, lembaga ini masih tetap dibutuhkan. Karena ternyata untuk memotong atau menyensor adegan dalam suatu film, tidak semua orang bisa melakukan. Diperlukan sebuah lembaga resmi sebagai pihak yang berwenang dalam menyeleksi berbagai produksi film yang kini tengah marak. Disinilah LSF mengambil peran. Tinggal bagaimana menjadikan lembaga ini bisa lebih "bertaring" lagi dalam menjalankan fungsi dan perannya.
Masalah moral memang persoalan kita bersama. Setiap kita, mempunyai tanggungjawab terhadap masalah ini. Sebagai pribadi, ada kewajiban tuk membangun "kesadaran" pada diri sekaligus menjaga agar "kesadaran" dan "kedewasaan" itu tetap ada pada kita. Sebagai bagian dari masyarakat ada tanggungjawab untuk menumbahkan "kesadaran" dan "kedewasaan" dalam diri individu-individu di sekitar kita. Sebagai sebuah lembaga sensor, ada tanggungjawab untuk menjaga agar tayangan-tayangan yang tak layak tayang, tak beredar luas di masyarakat. Sebagai insan seni, ada tanggungjawab untuk membuat karya yang mendidik, mencerdaskan dan tidak mengganggu stabilitas akhlak generasi muda dan masyarakat Indonesia.
Seandainya dalam diri semua kita tlah tumbuh "kedewasaan", maka tentunya setiap kita akan menjalankan peran dengan penuh "kesadaran" serta memposisikan diri sebagai bagian dari solusi, bukan menjadi bagian dari masalah.

Begitulah ... Membaca tulisan ini memang membingungkan. Tambal sulam dan menyambungkan yang tidak nyambung. Yah ... itulah erni, hehe ...aneh.
Sebagai penutup tulisan yang kacau ini, saya ingin menulis syair Sandaran Hati-nya Letto. Ini juga termasuk karya yang multiinterpretatif. Dari berita yang saya dengar, lirik ini ditulis saat seorang makhluk tengah rindu dengan Khaliknya. Tapi setelah dilaunching, mu dan kau pada lagu inipun ditafsirkan berbeda-beda oleh orang yang berbeda-beda pula. Tapi kalau menurut saya pribadi, Mu dan Kau di lirik ini memang paling pas dan paling sesuai ditujukan untuk Allah.

Yakinkah ku berdiri
Di hampa tanpa tepi
Boehkah aku mendengarMu

Terkubur dalam emosi
Tanpa bisa bersembunyi
Aku dan nafasku ... MerindukanMu

Terpurukku disini
Teraniaya sepi
Dan kutahu pasti Kau menemani
Dalam hidupku
Kesendirianku

Teringat ku teringat
Pada janjiMu kuterikat
Hanya sekejap kuberdiri
Kulakukan sepenuh hati
Peduli ku peduli
Siang dan malam yang berganti
Sedihku ini tak ada arti
jika Kaulah sandaran hati
Kaulah sandaran hati

Inikah yang Kau mau
Benarkah ini jalanMu
Hanyalah Engkau yang kutuju

Pegang erat tanganku
Bimbing langkah kakiku
Aku hilang arah tanpa hadirMu
Dalam gelapnya malam hariku

No comments: