Mimpiku ...

Menjadi apa adanya diriku ... Memberi yang terbaik dan terindah Tuk mereka yang tercinta

Sunday, July 20, 2008

Catatan Pinggir Lapangan

Bagaimanapun yang namanya pendukung di luar lapangan tuh lebih enak daripada jadi pemain yang bermain di lapangan.
Lihat bulutangkis misalnya. Kitanya yang cuman nonton dah heboh teriak-teriak, padahal pemainnya mah cool-cool aja. Bahkan tak jarang sambil menyalahkan,
"Wah mbaknya gimana sih, sering banget buat kesalahan sendiri."
Begitupula lihat sepakbola. Pernah kan waktu masih di tempat bulik, bareng-bareng lihat The Jack lawan mana, saya lupa. Ceritanya nih agak terpaksa, lha pada seneng itu, jadi mau ga mau ikutan nonton. Eeee, yang katanya nonton dengan terpaksa itu, malah ribut sendiri, tiap mo gol saya dan bulik langsung heboh. Padahal om sama sepupu, kalem aja nontonnya. Ga sampe situ, kadang kita (para wanita ini) juga sok tahu banget, ngasih-ngasih saran.
"Wah itu harusnya ada yang jagain tuh, masa lini belakang dibiarin kosong".
"Gimana sih, nendang gitu aja ga bisa"
Pokoknya komentar macem-macem deh.
Sampe sepupu saya komentar, karena sebel kali ya "apaan sih ni, pada sotoy banget"
hehehe. Saya sama bulik cuek aja.
Yah begitulah ulah para pendukung. Padahal, pendukung kalo di suruh main langsung di lapangan belum tentu bisa.
Dalam konteks lain, saya pernah berada "di luar lapangan" dan "di dalam lapangan" meski masih di pinggirannya.
Saat masih di luar lapangan, saya menyikapi berbagai hal yang terjadi di dalam "lapangan" dengan sikap yang sedikit apatis. Menganggap orang-orang "di dalam lapangan" hanya berbuat semaunya sendiri, tanpa mau mempertimbangkan suara dan teriakan dari "luar lapangan".
Tapi setelah beberapa lama berada "di pinggir lapangan ini" saya mendapat sudut pandang yang berbeda dalam melihat apa-apa yang dilakukan orang-orang di dalam lapangan. Saya sedikit-sedikit tahu kenapa orang-orang di dalam lapangan bertingkah begini dan begitu. Jadi tahu duduk permasalahannya.
Misalnya saja, yang baru-baru ini terjadi, saat kata "naik" sering terdengar. Dulu, saat masih di "luar lapangan", saya sebel tiap keputusan untuk "naik" ini diambil. Dalam benak saya saat itu, jika ada kata "naik", itu artinya akan ada banyak orang yang kan semakin menderita. Dan saat itu, saya ga terlalu tertarik dengan alasan, sebab ataupun akar permasalahan kenapa kemudian kata "naik" harus diambil. Yang saya tangkap hanyalah pemain dalam lapangan ga peduli dengan pendukung di luar lapangan.
Setelah berada di pinggir lapangan, ya, memang masih kurang setuju dengan keputusan yang diambil, bedanya, sekarang saya lebih tahu duduk perkaranya, serta kondisi di lapangan yang sedang terjadi. Jadinya ya gimana lagi, memang sedang sulit posisinya. Dilematis.
Agak rumit juga sih transisi dari "luar" ke "dalam" ini. Kadang terasa aneh. Secara lahir sudah di dalam lapangan, tapi batin, pikaran, dan idealisme masih di "luar". Jadi sering banget terjadi benturan. Tapi bagaimanapun saya tetap harus bertahan di tengah kerumitan ini, karena memang masih banyak hal yang harus saya pelajari di sini.
Untung ada teman seangkatan dan sama-sama pernah merasakan berada di luar lapangan. Jadi yah ada yang bisa diajak ngobrol.
Dari obrolan-obrolan itulah, saya sering menemukan "sesuatu". Misalnya saja, saya jadi menyadari, bahwa terkadang suara-suara yang dulu sering kami suarakan dari luar lapangan, masih bersifat praktis.
Misal di tahun 98-04 dulu. Saat kata "turun !" seringkali terdengar. Memang sih, itu aspirasi, cuma kalo dipikir lagi, kalo udah turun trus seperti apa ??? Kadang tuh yang usul masih terbatas pada "turun" itu thok. Setelah bener-bener turun, ya udah, selesai. Seolah "turun" itulah tujuan akhirnya. Habis itu, tinggal pemain dilapangan yang sibuk mengeksekusi kelanjutan prosesnya.
Tapi ya memang tidak bisa menuntut lebih kepada pendukung di luar lapangan, karena memang para pemainlah yang mempunyai chance lebih besar untuk menajdikan kondisi di lapangan lebih baik lagi.
Bagaimanapun semua sudah ada job deskripsinya masing-masing. Dan tiap-tiap elemen itu tetap diperlukan kontribusinya dalam rangka bersama-sama meraih apa yang tengah dicita-citakan.
Pendukung tanpa pemain nggak akan bisa memenangkan pertandingan, pemain tanpa pendukung hanya akan bermain asal-asalan tanpa semangat dan tak tentu arah. Dengan teriakan dan sorak sorai dari pendukunglah, pemain jadi terpacu semangatnya dan akhirnya berusaha untuk bertanding dengan sebaik-baiknya.
Hffff, nggak jelas ya.
Gapapa, hanya sekedar ingin menuliskan apa yang ada di kepala saja.
Semoga bermanfaat.

No comments: