Mimpiku ...

Menjadi apa adanya diriku ... Memberi yang terbaik dan terindah Tuk mereka yang tercinta

Wednesday, February 07, 2007

(Sekelumit) Laskar Pelangi

Laskar Pelangi...
Itulah judul buku yang kemarin sempat kubaca. Kata temen-temen, buku pertama dari tetralogi karya Andrea Hirata ini cukup bagus. Setelah membaca sendiri, meski baru sampai bab 10, ternyata buku ini memang bagus. Penuh inspirasi dan motivasi.
Buku ini merupakan adaptasi dari kisah nyata yang menceritakan tentang perjuangan 10 bocah Melayu Belitong dalam menjalani hari-hari mereka. Kesepuluh anak-anak itu merupakan murid-murid kelas 1 di SD Muhammadiyah di kawasan itu. Sebuah SD kecil berusaha mempertahankan eksistensinya ditengah kondisi yang semakin tidak bersahat.
Kondisi SD, baik dari segi gedung, sarana prasarana maupun siswanya, yang ibarat nafas, tinggal satu-dua, tidak membuat Pak Harfan dan Bu Mus (Kepala Sekolah dan Guru di SD itu) menjadi patah arang. Mereka tetap bersemangat mengajar anak-anak asuhnya mengenal tentang Islam, menceritakan kisah Nabi-nabi utusan Allah, mengenalkan pada mereka keberanian Rasulullah dan para sahabat dalam menegakkan Islam, mengajarkan arti sebuah amanah, mengajarkan bagaimana akhlak yang mulia, menuturi tentang aljabar dan ilmu hitung, dan banyak lagi. Mereka tak pernah mengeluh meski atas perjuangannya tersebut, mereka hanya menerima upah 15 kilo beras setiap bulannya ! Subhanallah ..., sebuah pengorbanan yang begitu luar biasa.
Tak heran, mereka begitu disayangi oleh murid-muridnya, terutama oleh murid kelas satu yang baru saja merasakan dunia sekolah. Ada Sahara, satu-satunya anak wanita di kelas satu yang begitu keras kepala, ada Harun anak usia 15 tahun yang mengalami keterbelakangan mental dan dalam setiap pelajaran selalu saja menanyakan "Ibunda, kapan kita liburan lebaran ?". Dan yang begitu mengesankan adalah sosok jenius Lintang, bocah laki-laki kecil berambut kemerahan yang begitu bersemangat menghadapi hari pertamanya masuk sekolah. Lintang yang berasal dari pesisir harus rela berangkat subuh dan menempuh jarak 40 kilometer dengan sepeda kecilnya untuk bisa sampai di sekolah. Iapun harus melewati rawa-rawa dan hutan yang cukup berbahaya. Tak jarang ia harus berhadapan dengan buaya-buaya ganas yang siap mengintai setiap saat. Namun semua itu tak pernah menyurutkan langkahnya untuk bersekolah. Satu yang menjadi catatan gemilangnya adalah, tak pernah sekalipun ia membolos !!!

Ada kejadian yang cukup membuat haru saat membacanya.
Perjalanan 80km sehari ternyata tak cukup kuat diampu oleh sepeda kecil Lintang. Suatu hari di tengah perjalanan menuju sekolah, rantai sepeda usang itupun putus sudah. Lintang kecil menuntun sepedanya menempuh jarak yang masih tersisa, menuju sekolah yang begitu dicintainya. Terang saja, sesampainya di sekolah, pelajaran sudah hampir selesai, tinggal ada sedikit waktu untuk pelajaran seni pada hari itu. Dan dengan sedikit waktu tersebut, Lintang masih sempat untuk menyanyikan lagu "Padamu Negeri" di depan kelas. Ia menyanyi dengan begitu bersemangat, seolah hilanglah segala letihnya. Setelah itu, selesailah pelajaran hari itu. Dan Lintangpun kembali pulang dengan menuntun sepedanya, menempuh 40 km jarak antara sekolah dengan rumahnya. Meski akhirnya hanya menyanyikan lagu Padamu Negri, namun ia tampak begitu puas.
Subhanallah ........
Pokoknya bukunya seru banget deh. Ada haru, ada lucu, pun ada nyeri saat membacanya.
Kita bisa belajar menjadi bijak dengan petuah-petuah Pak Harfan yang begitu arif, antara lain bahwa hendaknya dalam hidup ini, kita harus merusaha untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan menerima sebanyak-banyaknya. Beliau juga memberikan sebuah kunci untuk dapat menemukan kebahagiaan ditengah segala keterbatasan yang ada, yaitu Keikhlasan.
Kitapun bisa belajar arti pengorbanan dari sosok ibu Mus. Atau belajar tentang persahabatan dari Sahara dan Harun, belajar tentang semangat dan ketekunan dari sosok Lintang. Dan akhirnya kitapun bisa lebih mengenal hidup. Bahwa hidup itu tak selalu berakhir manis seperti yang sering disuguhkan oleh sinetron-sinetron kita. Bahwa hiduppun mengenal kata ironis dan tragis. Sebagaimana nasib Lintang yang meskipun ia begitu cerdas dan bahkan bisa dibilang jenius, namun akhirnya takdir mengantarkannya menjadi seorang .......
Yah baca sendiri aja deh. Nggak seru kalo diceritakan semuanya disini.
Begitulah sekelumit gambaran kehidupan anak-anak Melayu Belitong. Dan bukan tidak mungkin, itu terjadi pula di belahan bumi lain di dunia ini. Masih diperlukan sosok-sosok penuh dedikasi, bekerja dengan hati dan mempunyai semangat berkorban yang tinggi semisal Pak Harfan dan Bu Mus. Yang bekerja bukan semata transfer ilmu, atau sekedar mencari penghargaan ataupun nominal rupiah, namun berjuang tanpa pamrih dalam upaya mencerdaskan umat.

Andakah itu ?
Atau ... saya ??? (Insya Allah, Aamiin).


So, baca, dan temukan inspirasimu.

No comments: