Mimpiku ...

Menjadi apa adanya diriku ... Memberi yang terbaik dan terindah Tuk mereka yang tercinta

Tuesday, October 03, 2006

Tentang KKN (lagi)

Dalam sebuah obrolan ringan, seorang saudara pernah berkata yang intinya begini, “ah, KKN tuh sebenarnya nggak perlu. Lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya”.
Yah, wallahu a’lam. Sebenarnya kan tujuan awal KKN tuh baik. Sebagai sarana agar para mahasiswa yang dalam kesehariannya berkutat dengan rumus dan dunia kampus, mulai belajar untuk terjun langsung ke masyarakat, supaya kelak, ketika memang harus menjadi bagian dari masyarakat, tidak lagi merasa kagok. Tapi dalam prakteknya, tujuan itu tidak, atau lebih tepatnya, kurang berhasil.
Tanya kenapa ?
Ada banyak faktor. Bisa jadi dari sistem pengelolaannya atau dari sisi mahasiswa itu sendiri yang hanya menganggap KKN sebagai salah satu mata kuliah wajib yang harus dipenuhi sebagai syarat kelulusan, tanpa kemudian memahami esensi yang ingin ditekankan lewat KKN ini.
Sedikit ingin berbagi pengalaman KKN-ku (ndek jamanku KKN mbiyen ^_^).
Pada awal-awal masa KKN, ada kebingungan yang dirasakan oleh hampir semua anggota unit, aku mo ngapain ya ??? Padahal sebenarnya, kalo mau membuka mata lebar-lebar dan mau sedikit memeras pikiran dan tenaga, ada banyak hal yang bisa dilakukan. Bantu bersih puing, misalnya, soasialisasi or kenalan dengan warga atau lainnya. Cuma, mungkin karena masih shock dengan kondisi yang ada, atau juga karena masih merasa ’asing’, akhirnya ya itu tadi, malah bingung apa yang mesti dilakuin. Istilah kerennya, kami mengalami disorientasi. Sampe2 ada satu pertanyaan yang mengusik hatiku (ciee ..). Apa yang sudah aku karyakan disini ?? Kok rasanya ada or ga ada kami, nggak ada pengaruhnya sama sekali. Kalo gitu, njuk kita disini tu ngapain ??? Sedih juga sih. Untungnya masa disorientasi ini tidak terlalu lama. Setelah bisa beradaptasi, dan program kerja telah disusun, kerjapun dimulai. Yup !!! Ayo semangat ... semangat !!!
Ternyata butuh banyak ketrampilan untuk bisa diterima di masyarakat. Yah minimal ketrampilan berkomunikasi. Bahkan itu merupakan modal dasar dalam melakukan interaksi. Dan untuk itu perlu banyak belajar dan latihan.
Dalam proses pembelajaran ini, banyak suka duka yang dirasakan. Dukanya nih ya, pernah di’ceramahin’ sama bapak pimpinan relawan lain, sampe akhirnya kita mutung, hehe ..., trus dicuekin dan disinisin sama salah seorang warga (ibu-ibu nih ceritanya), gara-garanya tanpa sadar kami tlah menyinggung perasaan beliau,trus lagi permintaan warga yang aneh-aneh (bayangin aja, pas ditanya kebutuhan yang mendesak untuk saat ini apa, eh jawabnya masa rice cooker, TV, tape, de el el. Yang bener aja bu), yah begitulah. Kalo dirasa-rasain sih ’makan ati’ juga, kadang bikin emosi. Tapi yah diambil sisi positifnya aja. Saya pernah dinasehati seorang saudara, bahwa dalam segala hal, kita harus berpikir secara holistik ?
Apakah itu ?
Kata beliau, berpikir secara holistik adalah berpikir secara menyeluruh, melihat dari berbagai sisi, dan mempertimbangkan dari berbagai sudut pandang. Begitu katanya.
Begitupula dalam hal menyikapi segala ketentuan yang terjadi pada diri kita.
Misalnya saja, ada orang yang mengkritik sikap adik kita. Jika dilihat dari satu sisi, bisa muncul sikap kesel, marah or nggrundel dalam hati ‘Ini siapa sih, sok banget, emangnya adiknya dah baik apa kok ngurusin adik orang, wong adik saya sudah kurus kok masih dikurusin ?’ (nah lho, jayusnya keluar). Tapi kalau kita mau melihat di sisi lain, anggap saja itu sebagai bentuk perhatian orang tadi terhadap adik kita. Kita kan jadi mikir nih, Wong orang lain saja peduli sama adik kita, harusnya, kita yang kakaknya sendiri, lebih peduli lagi.
Yah pokoknya seperti itulah. Selalulah berpikir positif. Soalnya kalo kita melihat yang negatif terus, kita sendiri yang capek.
Dari pengalaman-pengalaman yang kurang enak itu, aku jadi nyadar, beginilah bermasyarakat. Harus siap mental. Apalagi kalo kita beda dikiit aja, pasti dah diomongin orang. Memang begitulah kultur masyarakat kita. Masih kurang bisa menghargai perbedaan.
Tapi nggak melulu duka yang kami rasakan. Ada sukanya juga, banyak malah. Antara lain, dapet host yang baik banget (keluarga mbah uti yang tlah menganggap kami bagai anak sendiri, dan selalu mengharuskan kami untuk makan sebelum pulang, bahkan kalo nggak mau, mo dibungkusin coba, bener-bener deh), ibu-ibu sekitar posko yang ramah dan suka ngajakin kami ikut pengajian, adik-adik TPA yang lucu-lucu dan welcome banget dengan acara-acara yang kami adakan, banyak deh pokoknya. Bahkan ada seorang ibu yang kami (aku dan satu orang temenku) beri julukan ’ibu pinarak’, soale hampir tiap kali ketemu selalu disuruh pinarak ke tempatnya, hehe ... (maaf atas julukan yang terdengar kurang sopan ini,^_^). Tapi ibu tersebut emang baik dan perhatian banget lho. Pernah kejadian kan pas sholat subuh jamaah di masjid, temenku komentar tentang udara malam yang duiingggiinnn bangettt, sampe menggigil deh pokoknya. Niatnya sih hanya sekedar ingin cerita saja, tapi ternyata selesai sholat subuh, sudah ada secangkir teh tubruk panas dan sebotol minyak kayu putih buat kami, ”Untuk menghangatkan badan”, kata ibunya. Trus esoknya, seperti biasa sholat subuh di masjid. Selesai sholat subuh, tersedia lagi secangkir jahe anget dan sebungkus makanan kecil, ”yah, semalam habis arisan mbak, lumayanlah buat ganjal perut”. Esok paginya lagi, pas habis sholat subuh lagi, sudah ada secangkir teh panas dan satu kaplet sanaflu, ”Tadi saya denger mbaknya pilek, jadi saya kasih sanaflu”, Subhanallah, padahal aku pileknya bukan karena flu, tapi karena hal lain.
Yah begitulah, penyambutan warga yang beragampun memberikan pelajaran tersendiri.
Bagi aku sendiri, di tempat KKN ini, aku banyak belajar. Belajar berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain dengan berbagai karakter yang berbeda. Belajar untuk menjadi lebih dewasa, belajar bekerja dalam team, belajar untuk bertanggungjawab, belajar untuk lebih menghargai waktu, belajar berempati, belajar ’care’ dengan lingkungan, belajar aktualisasi diri, yah ... disinilah tempat untuk mengaktualisasikan nilai-nilai yang selama ini didapatkan dari proses belajar yang selama ini dilakukan.
Bagi yang mampu mengelola dengan baik, sebenarnya KKN merupakan training dan ajang pelatihan yang luar biasa. Dari sana, kita bisa mendapat bekal yang cukup bermanfaat untuk menjalani hidup kita selanjutnya.
Waktu 1,5 bulan itu telah menyadarkan dan membuka mata, bahwa peranan kita, sedikit banyak, dibutuhkan oleh masyarakat. Siapa yang akan membawa perbaikan pada negeri ini, jika bukan kita, para pemuda ?! Sejarah telah membuktikan, kekuatan semangat pemuda, mampu merubah wajah dunia.
Yah, kini bukan waktunya lagi untuk memikirkan diri sendiri. Banyak harap yang tlah tersia, banyak huluran tangan yang menengadah hampa, banyak tatap kosong isyaratkan tiadanya asa. Akankah semua kan terbiar begitu saja ???
Makanya, harus segera lulus, supaya bisa mengerjakan urusan lain yang manfaatnya lebih bisa dirasakan oleh sesama.
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (Al Insyiroh : 7)
Lho kok dadi tekan kono, Ra nyambung banget.
Yah, intinya saya ingin menyampaikan kekurang-sepakatan saya dengan statement saudara saya tadi. Segala sesutu itu tergantung yang menjalani. Berguna atau tidaknya sesuatu, tergantung bagaimana kita memanfaatkannya. Jadi pinter-pinter saja memanfaatkan situasi. Yakin deh, dari setiap hal yang kita alami, meski itu yang paling tidak enak atau paling tidak berguna sekalipun, pasti ada hikmah dan kebaikan yang bisa kita ambil dari sana, walau sedikit. Karena ’ ... tiadalah Allah menciptakan semua ini dengan sia-sia ...’(Ali Imran :191).
Wallahu a’lam.

No comments: